Skip to main content

Kisah Buhaira Sang Rahib - Shahih Sirah Nabawiyah

Kisah Buhaira Sang Rahib
Shahih Sirah Nabawiyah Karya Dr. Akram Dhiya Al-Umuri
Diterjemahkan Oleh Farid Qurusy, Imam Mudzakir, Amanto Surya Langka, dan Abdur Rahman






Tulisan ini merupakan lanjutan dari Kisah Sebelumnya yaitu Kelahiran Nabi, Kehamilan Aminah, Wanita-wanita Yang Menyusui Nabi, dan Peristiwa Pembelahan Dada Nabi SAW  yang diambil dari buku yang sama yaitu Shahih Sirah Nabawiyah Karya Dr. Akram Dhiya Al Umuri.



Bismillaahirrakhmaanirrakhiim

Kisah Buhaira Sang Rahib


Abu Thalib mengajak Rasulullah dalam perjalanan dagang menuju Syam dan umur beliau ketika itu 9 atau 10 atau 12 tahun sesuai perbedaan riwayat yang ada. Seorang Rahib yang mengaku bernama Buhaira di kota Bushra mengajak orang-orang dari kafilah Quraisy berkenan datang ke tempat kediamannya untuk dijamu.


Sanad Kisah Buhaira Sang Rahib


Ketika ia mengetahui Nabi dari sifat-sifat dan tanda-tanda yang ada pada diri beliau, dia mengetahui bahwa beliau yatim, membawa cap kenabian di antara dua pundaknya, melihat awan yang melindungi beliau dari sengatan matahari dan bayangan pohon yang miring melindungi beliau ketika tidur di dekatnya, riwayat ini ditutup dengan kisah dengan peringatan rahib tersebut kepada Abu Thalib paman Nabi dari gangguan yang mungkin akan dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Romawi.



Riwayat terkuat dalam masalah ini terdapat dalam kitab Jami At-Tirmidzi dengan komentar: "Hadits ini hasan gharib, kami tidak mengetahuinya selain yang seperti ini " Riwayat ini dishahihkan oleh Al-Hakim. Adz-Dzahabi pun menanggapi riwayat tersebut dengan mengatakan: "Saya mengira hadits ini maudhu' dan sebagiannya bathil." Ia menjelaskan sanggahannya terhadap sanad riwayat tersebut serta matannya lalu ia menyimpulkan bahwa riwayat ini munkar bahkan bisa dipahami dari ucapannya bahwa ia ragu-ragu tentang riwayat itu semuanya. Adapun kritikannya terhadap sanad, ia berkata dari Abdurrahman bin Ghazwan -rawi- bahwa sanadnya banyak terdapat rawi-rawi munkar kemudian ia berkata: "Riwayat yang paling munkar yang dimilikinya adalah hadits yang berasal dari Yunus bin Abi Ishaq mengenai perjalanan Nabi pada usia remaja bersama Abu Thalib menuju Syam." Adapurn
kritikannya terhadap matan hadits, ia berkata: "Hadits ini munkar sekali dimana Abu Bakar ketika itu berusia sepuluh tahun, lebih muda dua tahun setengah dari usia Rasulullah Lalu di manakah Bilal ketika itu? Sebab Abu Bakar baru membelinya setelah rasulullah diangkat menjadi rasul. Dan saat itu ia belum lahir. Juga kalau benar ada awan yang
menaungi beliau bagaimana mungkin bisa menggambarkan miringnya bayangan pohon karena bayangan awan itu akan menghilangkan bayangan
pohon yang jatuh di bawahnya?, Kami sama sekali tidak mendapati bahwa Rasulullah mengingatkan Abu Thalib akan perkataan sang rahib tersebut, kaum Quraisy juga tidak pernah memperbincangkannya. Demikian pula para orang tua tidak pernah bercerita sama sekali tentang hal tersebut, padahal banyak alasan yang mendorong mereka untuk menceritakannya. Bila kejadian seperti itu benar adanya, tentu ceritanya akan menjadi sangat terkenal, dan pasti Rasulullah merasakan adanya tanda-tanda kenabian serta tidak akan mengingkari datangnya wahyu untuk pertama kali di gua Hira, lalu pulang kepada Khadijah dengan penuh kekhawatiran akan terjadi sesuatu pada akalnya. Juga beliau tidak akan pergi ke puncak gunung untuk bunuh diri. Demikian pula jika rasa takut itu sangat mempengaruhi Abu Thalib yang kemudian membawa

beliau kembali pulang (ke Makkah) bagaimana mungkin hati beliau bisa tenang ketika melakukan perjalanan ke Syam membawa barang dagangan Khadijah ?”



Dalam hadits tersebut terdapat banyak lafal munkar menyerupai lafal-lafal (yang biasa dipakai) kaum Sufi, Ibnu 'Adi meriwayatkan maknanya dalam kitab Maghazi yang terkandung dalam peryataannya: "Dan Abu Bakar mengutus Bilal untuk pergi bersama Rasulullah... dan seterusnya", lalu berkata: "Telah menceritakan kepada kami Al-Walid bin Muslim (ia berkata) telah mengabarkan kepadaku' Abu Dawud Sulaiman bin Musa", lalu ia menyebutkan riwayat tersebut secara makna.

Saya memaparkan perkataan Adz-Dzahabi dengan lengkap karena dialah yang paling mengetahui diantara orang-orang yang mengkritik riwayat ini. Terlebih lagi, ia telah membeberkan pernyataannya yang menunjukkan adanya perhatian lebih dalam mengkritik tidak hanya terbatas pada sanadnya saja -sebagaimana yang dituduhkan oleh sebagian ahli hadits-, Ibnu Sayyidin Nas (wafat 734 H) memberikan
komentar terhadap riwayat At-Tirmidzi, dan memperingatkan bahwa dalam matan hadits terdapat kelemahan. Hanya saja, ia membatasi kelemahan itu terdapat pada seputar pengutusan Bilal untuk mendampingi Rasulullah yang terdapat di akhir riwayat. Barangkali Al-Hafidz Adz-Dzahabi (wafat 748 H) dalam mengkritik matan riwayat di atas menyimpulkan dari Ibnu Sayyidin Nas, demikian pula dengan Ibnul Qayyim (wafat 751 H) kelihatannya memperoleh kesimpulan dari Ibnu Sayyidin Nas ketika menjelaskan bahwa penyebutan Bilal dalam riwayat tersebut adalah kesalahan fatal. Bahkan bisa jadi Ibnu Ishaq dianggap sebagai orang pertama yang menimbulkan keraguan pada riwayat tersebut dengan menggunakan konteks tamridh tiga kali!!

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkomentar setelah menukil rekomendasi para ahli hadits terhadap Qurad: "Dalam kitab At-Tirmidzi ia memiliki sebuah hadits yang ia riwayatkan dari Abu Musa Al-Asy'ari yang di dalamnya mengandung lafal-lafal munkar."

Ibnu Hajar juga berkomentar ketika menanggapi penyebutan Abu Bakar dan Bilal: "Bahwasanya lafal ini merupakan potongan dari hadits lain yang disusupkan ke dalam hadits tersebut. Dan secara umum potongan hadits itu adalah lemah dan meragukan. Ia bersumber dari salah seorang rawinya."

Dengan menampilkan ini semua, maka menjadi semakin jelas bahwa, kritikan para ahli hadits terhadap riwayat ini hanya menekankan pada matan hadits saja, khususnya pada alinea terakhir dari riwayat yang menyebutkan nama Abu Bakar dan Bilal. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menjelaskan bahwa Imam Al-Jazari menshahihkan sanadnya dan berkata: "Dan penyebutan Abu Bakar dan Bilal di dalamnya adalah ghairu mahfudz (lemah)." Syaikh Al-Albani juga menanggapi dengan
menyebutkan sesuatu yang terdapat dalam riwayat Al-Bazzar: "Dan pamannya mengutus seseorang untuk menemaninya", yang menyebabkan adanya kemungkinan kuat terjadinya kekeliruan dalam menulis huruf atau lafal pada ungkapan hadits At-Tirmidzi antara Rajula dan Biladi. Akan tetapi tetap terjadi kejanggalan pada lafal Abu Bakar menjadi 'amaahu Dan bagaimanapun juga, adanya kerancuan dan kejanggalan pada bagian akhir (dari riwayat tersebut) bukan berarti bagian yang lain dari riwayat
itu dhaif selama sanadnya shahih. Adapun perkataan Adz-Dzahabi mengenai Qurad yaitu: "Dia memiliki banyak riwayat yang janggal", tidak mempengaruhi tautsiqnya, karena tsiqah bisa saja terjadi pada riwayat-riwayat yang munkar, kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi selama ia tidak sering kali melakukannya. Adapun penolakan Imam Adz-Dzahabi yang berlebihan terhadap semua riwayat yang semata-mata karena adanya berbagai kemungkinan, masih perlu didiskusikan lagi dan tidak tepat jika digunakan sebagai alasan untuk mencela seluruh riwayat yang ada.


Mungkin kita bisa menjadi lebih tenang dengan mengukuhkan perjalanan Nabi bersama pamannya ke Bushra dan peringatan sang rahib Buhaira kepada pamannya akan bahaya Yahudi dan Romawi dengan
bersandar para riwayat At-Tirmidzi dan mencari riwayat-riwayat dhaif lainnya seperti riwayat Ibnu Ishaq dan Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin 'Amru bin Hazm Al-Anshari1 (wafat 135 H) dan ia
termasuk tabi'in yang memiliki perhatian besar terhadap Sirah. Tetapi sanad Ibnu Ishaq ini mu'dhal dan dhaif sekalipun sebagian besar sejarawan bersandar pada riwayat ini dalam mengisahkan Buhaira. Begitu juga riwayat Abu Majlas Lahiq bin Humaid (wafat 106 H) dengan sanad shahih yang sampai kepadanya, tapi sanad itu mursal. Begitu juga mursalnya Az-Zuhri. Juga adanya dua riwayat dari jalan Al-Waqidi yang ditampilkan oleh Ibnu Sa'ad dan Abu Nu'aim Al-Ashbahani, seperti Al-Waqidi, riwayat-riwayatnya tidak sampai ke derajat yang bisa dijadikan hujjah, bahkan tidak dianggap bisa menguatkan hadits dhaif menurut para ahli hadits.

Dengan berpijak pada kisah ini, sebagian orientalis berusaha untuk menebarkan tuduhan-tuduhan secara serampangan dan tidak ilmiah.

Yaitu dengan menyatakan bahwa Rasulullah menerima Ilmu Taurat dari Buhaira. Hal tersebut sama sekali tidak rasional," bagaimana mungkin Nabi yang masih berusia 12 tahun menerima Ilmu Taurat pada saat jamuan dimana di sela-sela itu bertemu dengan Buhaira, padahal beliau SAW tidak bisa membaca dan menulis? Belum lagi kendala bahasa, dimana saat itu tidak mungkin ditemukan Taurat atau Injil yang berbahasa Arab.

Dan apabila yang dimaksudkan adalah mengembalikan dasar-dasar Islam kepada Taurat, maka dimana pengaruh ajaran-ajaran Taurat itu dalam kehidupan Nabi sedangkan jarak pertemuan beliau dengan Buhaira dan masa kenabian terpaut 28 tahun!!


Sehubungan dengan pengetahuan kita tentang Buhaira, maka sesungguhnya referensi yang ada hampir tidak ada sedikitpun yang sepakat mengenai kisah ini. Bahkan di dalam cerita ini mengandung kesimpang-siuran mengenai namanya, sebagian menyebutkan namanya Jarjies, kadang Jarjis, kadang Sarjies, kadang Sarjis. Di sisi lain, kadang-kadang namanya diambil dari bahasa Arya yang berarti Pilihan, terkadang juga diambil dari bahasa Suryani yang berarti Ilmuwan yang ilmunya luas," terkadang dinisbatkan kepada kabilah Abdul Qais yaitu dengan sebutan Abqasi (yang berarti orang dari kabilah Abdul Qais) di tempat lain dinisbatkan kepada Nasrani dan terkadang dengan nisbat Yahudi.

Wallahu A'lam


Demikianlah kisah dari "Kisah Buhaira Sang Rahib" dalam buku Shahih Sirah Nabawiyah Karya Dr. Akram Dhiya Al-Umuri yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia Oleh Farid Qurusy, Imam mudzakir, Amanto Surya Langka, dan Abdur Rahman. Semoga karya beliau-beliau dapat menjadi manfaat bagi kita semua. Amin.

Lanjut ke Bagian Selanjutnya :
"Rasulullah SAW Menyaksikan Halaful Muthayyibin"


Kembali ke Bagian Pertama :
"Sejarah Makkah Periode Pra Nabi"

Comments

Banyak Dilihat

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Sholat

Syarat, Rukun, & Sunnah Sholat Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara sholat mulai dari syarat sholat, rukun sholat, dan sunnah-sunnah dalam sholat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Bersuci atau Taharah . Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan  Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب)  atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syujak Syihabuddin Thayyib Al-Ashfahani  ( شهاب الدين احمد ابن الحسين بن احمد , ابو شجاع ,

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Jual Beli

Macam-macam Jual Beli dan Akad lainnya Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Jual Beli dengan pokok-pokok bahasan yang meliputi m acam-macam Jual Beli,  Bab Riba,  Khiyar (Memilih),  Akad Salam,  Gadai,  Yang Dilarang Bertransaksi (Al Hajr),  Perdamaian (Suluh),  Hiwalah,  Dhaman,  Kafalah,  Akad Syirkah,  Wakalah (Perwakilan),  Ikrar,  Pinjam Meminjam,  Ghasab,  Syuf'ah,  Hutang,  Siraman,  Sewa,  Ju'alah,  Bagi Hasil Tanaman,  Menghidupkan Bumi Mati,  Waqaf,  Hibah,  Barang Temuan (Luqatah),  Merawat Luqotoh, dan  Barang Titipan. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Haji dan Umroh. Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di s

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Zakat

Zakat Mal  dan Zakat Fitrah Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Zakat mulai dari Zakat Mal, Zakat Fitrah, Zakat Harta Berserikat, Zakat Emas dan Perak, Zakat Pertanian, dan Zakat Perdagangan. Juga akan di jelaskan siapa saja yang berhak menerima zakat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Sholat . Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب) atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syuj

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Hukum Waris dan Wasiat

Hukum Waris dan Wasiat dalam Fiqih Islam Madzhab As-Syafi'i Kitab Faraidh adalah ilmu pembagian harta warisan menurut syariah Islam  madzhab Syafi'i. Hukum waris Islam wajib diterapkan dalam pembagian harta peninggalan mayit. Ahli waris dalam Islam tidak hanya terbatas pada anak dan cucu tapi juga meliputi ayah ibu, kakek ke atas; anak laki-laki dan perempuan, cucu dari anak lelaki ke bawah; suami istri, saudara kandung, saudara seayah, saudara seibu. Harta waris harus dibagikan segera setelah pewaris meninggal setelah dipotong hutang, biaya pemakaman dan wasiat. Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara menjalankan   Hukum Waris ,  10 Golongan Ahli Waris Laki-laki ,  7 Golongan Ahli Waris Perempuan ,  5 Golongan Ahli Waris yang Selalu Dapat Warisan ,  7 Golongan Tidak Berhak Mendapat Warisan ,  Ahli Waris Asobah ,  Bagian Pasti dalam Warisan , dan Wasiat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Jual Beli.  Sebagai peng

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Haji dan Umroh

Syarat, Rukun, dan Tata Cara Haji dan Umroh Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Haji dan Umroh dengan pokok bahasan yang meliputi Syarat Wajib Haji, Syarat/Rukun dan Tata Cara Haji, Rukun Umroh, Wajib Haji, Sunnah Haji, Larangan saat Ikhrom, dan denda Haji. Haji dan umroh  adalah salah satu dari lima prinsip (rukun) Islam yang wajib dilaksanakan sekali seumur hidup bagi yang mampu. Haji adalah ibadah khusus yang hanya boleh dilaksanakan di Tanah Suci Makkah pada bulan-bulan tertentu. Sedangkan umroh adalah ibadah yang merupakan satu paket dengan haji namun bisa juga dilaksanakan secara mandiri di luar musim haji sepanjang tahun namun tetap pelaksanaannya harus di Makkah, Arab Saudi dengan cara ritual ibadah yang mirip namun tanpa wukuf di Arafah, tanpa mabit di mina dan tanpa melempar jumrah. Persamaannya adalah sama-sama keliling Ka'bah, sa'i antara sofa dan marwah dan memulai ibadah dari miqat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Mat

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Pidana/Jinayat dan Hukuman Pidana/Hudud

Jinayat (Pidana) dan Hudud (Hukuman Pidana) Bab ini menjelaskan tentang fiqih   Jinayat (Pidana) , yang mencakup Diyat , dan Klaim Darah. Juga menjelaskan tentang   Hudud (Hukuman Pidana)   yang meliputi Hukuman Zina ,  Hukuman Tuduhan Zina ,  Hukuman Peminum Alkohol ,  Hukuman bagi Pencuri ,  Hukuman Begal ,  Hukuman Menyakiti Sesama ,  Hukuman Pemberontak ,  Hukuman Murtad , dan Hukuman Tidak Shalat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Nikah dan Talak.  Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut:

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Jihad, Sembelihan dan Buruan, Halal Haram Binatang, Kurban dan Aqiqah, Lomba dan Memanah, Nazar dan Sumpah

Tentang Jihad, Sembelihan dan Buruan, Halal Haram Binatang, Kurban dan Aqiqah, Lomba dan Memanah, Nazar dan Sumpah Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Jinayat dan Hudud.  Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب) atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syujak Syihabuddin Thayyib Al-Ashfahani  ( شهاب الدين احمد ابن الحسين بن احمد , ابو شجاع , شهاب الدين الطيب الاصفهانى) Beliau lah

Mursyid ke-38 Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya

Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya atau biasa disebut dengan TQN PP Surlaya merupakah salah satu Madzhab Tasawuf yang Mu'tabaroh (diakui keabsahannya) yang bertempat di Tasikmalaya Jawa Barat Indonesia. Keabsahan thoriqoh ini tidak hanya sebatas pada amaliyah saja, namun secara sanad atau silsilahnya Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya memang tersambung langsung kepada Rosululloh Muhammad SAW. Sumber foto: sufimedia38 Saat ini (waktu artikel ini ditulis pada hari Minggu tanggal 13 Oktober 2019), ke-Mursyidan TQN Pondok Pesantren Suryalaya berada dibawah  bimbingan Guru Agung Syaikh Muhammad Abdul Ghaots atau Syaikh Muhammad Abdul Gaos yang dikenal dengan panggilan akrab 'Abah Aos' yang di daulat sebagai Mursyid ke-38 dari Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya. Abah Aos menerima mandat sebagai Mursyid ke-38 dari Ikhwan

Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani

Apa itu Manaqib? Apa yang dimaksud dengan Manaqib, Apa sebenarnya pengertian Manaqib, dan Bagaimana Manaqib itu? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang mencoba  akan dijawab melalui pembahasaan sederhana ini. Sumber Foto : laduni.id Assalamu 'Alaikum Wa Rokhmatullohi Wa Barokaatuh Bismilahirrakhmaanirrakhim Alkhamdulillhi Robbil'Alamiin Washolaatu Wassalaamu 'Ala Sayyidil Anbiya wal Mursalin habibana Muhammad SAW. Wa 'Ala Aalihi Wa Sohbihi Ajmain. Manaqib secara bahasa dapat diartikan sebagai "Riwayat Hidup". Kata Manaqib sendiri berasal dari bahasa Arab yang diambil dari lafadz "Naqaba" yang berarti "Menyelidiki, Melubangi, Memeriksa, dan Menggali. Kata Manaqib adalah bentuk jama dari lafadz "Manqibun yang merupakan isim makan dari lafadz Naqaba. Di dalam Al-Quran arti lafadz "Naqoba" dapat kita temukan pada ayat-ayat dari  beberapa Surat yang diantaranya adalah Surat Al-Maidah pada ayat 12, Surat Al-Kah

Popular posts from this blog

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Sholat

Syarat, Rukun, & Sunnah Sholat Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara sholat mulai dari syarat sholat, rukun sholat, dan sunnah-sunnah dalam sholat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Bersuci atau Taharah . Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan  Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب)  atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syujak Syihabuddin Thayyib Al-Ashfahani  ( شهاب الدين احمد ابن الحسين بن احمد , ابو شجاع ,

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Jual Beli

Macam-macam Jual Beli dan Akad lainnya Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Jual Beli dengan pokok-pokok bahasan yang meliputi m acam-macam Jual Beli,  Bab Riba,  Khiyar (Memilih),  Akad Salam,  Gadai,  Yang Dilarang Bertransaksi (Al Hajr),  Perdamaian (Suluh),  Hiwalah,  Dhaman,  Kafalah,  Akad Syirkah,  Wakalah (Perwakilan),  Ikrar,  Pinjam Meminjam,  Ghasab,  Syuf'ah,  Hutang,  Siraman,  Sewa,  Ju'alah,  Bagi Hasil Tanaman,  Menghidupkan Bumi Mati,  Waqaf,  Hibah,  Barang Temuan (Luqatah),  Merawat Luqotoh, dan  Barang Titipan. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Haji dan Umroh. Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di s

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Hukum Waris dan Wasiat

Hukum Waris dan Wasiat dalam Fiqih Islam Madzhab As-Syafi'i Kitab Faraidh adalah ilmu pembagian harta warisan menurut syariah Islam  madzhab Syafi'i. Hukum waris Islam wajib diterapkan dalam pembagian harta peninggalan mayit. Ahli waris dalam Islam tidak hanya terbatas pada anak dan cucu tapi juga meliputi ayah ibu, kakek ke atas; anak laki-laki dan perempuan, cucu dari anak lelaki ke bawah; suami istri, saudara kandung, saudara seayah, saudara seibu. Harta waris harus dibagikan segera setelah pewaris meninggal setelah dipotong hutang, biaya pemakaman dan wasiat. Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara menjalankan   Hukum Waris ,  10 Golongan Ahli Waris Laki-laki ,  7 Golongan Ahli Waris Perempuan ,  5 Golongan Ahli Waris yang Selalu Dapat Warisan ,  7 Golongan Tidak Berhak Mendapat Warisan ,  Ahli Waris Asobah ,  Bagian Pasti dalam Warisan , dan Wasiat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Jual Beli.  Sebagai peng