Skip to main content

Sejarah Makkah Periode Pra Nabi - Shahih Sirah Nabawiyah

Sejarah Kota Makkah Periode Pra Nabi Muhammad SAW
Shahih Sirah Nabawiyah Oleh Dr. Akram Dhiya Al Umuri
Diterjemahkan Oleh Farid Qurusy, Imam Mudzakir, Amanto Surya Langka, dan Abdur Rahman

Bismillaahirrakhmaanirrakhiim



Kota Makkah terletak di dasar sebuah lembah yang dikelilingi oleh gunung-gunung dari berbagai arah. Di sebelah timur terbentang Gunung Abu Qabis, di sebelah barat dibatasi oleh Gunung Qaia'an. Dua gunung tersebut memanjang berbentuk bulan sabit mengelilingi bangunan-bangunan kota Makkah.

Dataran rendah lembah itu dikenal dengan nama Al-Bath-ha', ditengahnya terdapat Ka'bah yang dikelilingi oleh rumah-rumah suku Quraisy. Adapun dataran tingginya dikenal dengan nama Ma'la. Sementara diujung dua gunung yang membentuk bulan sabit itu, nampak rumah-rumah sangat sedehana milik kaum Quraisy pedalaman yang miskin dan suka melakukan tindak kekerasan, tetapi mereka tidak termasuk suku Quraisy yang berkembang baik dari segi budaya, kekayaan, maupun kedudukan.

Adanya hubungan nasab antara Quraisy dengan Kinanah - dimana Quraisy merupakan bagian dari suku Kinanah yang bertempat tinggal di dekat Makkah, menjadikan Makkah sebagai suatu tempat yang sangat strategis. Hubungan nasab itu semakin dipererat dengan memperbanyak perjanjian-perjanjian. Sementara orang-orang dari kabilah Al-Habsyi yang tinggal di dekat Makkah, adalah sekutu-sekutu Quraisy juga. Mereka disewa untuk menjaga kafilah-kafilah Makkah. Sekutu-sekutu itu semakin berkembang mencakup kabilah-kabilah yang terletak di jalur-jalur perdagangan Makkah menuju Syam, Irak, dan Yaman.

Kaum Quraisy membayar mereka dengan upah tertentu dan mengajak tokoh-tokoh mereka bergabung dalam perdagangannya. Syarikat dagang ini diberi nama "Al-Iilaaf" yang berarti perjanjian, yang dirintis oleh Hasyim bin Abdul Manaf. Bahkan posisi Hasyim bin Abdul Manaf semakin kuat dalam mendapatkan hak perdagangan di daerah-daerah Romawi dan Persia berkat inisiatif mengadakan kesepakatan, merumuskan perjanjian-perjanjian dengan pemimpin-pemimpin mereka, serta menempuh jalan tengah diantara dua kekuatan, Persia dan Romawi.

Sumber pendapatan utama penduduk Makkah adalah dari perdagangan. Adapun perindustrian ketika itu masih sedikit, dan yang paling nampak adalah pabrik pembuatan senjata seperti tombak, pedang, baju besi, anak panah, dan berbagai macam jenis pisau. Kemudian juga ada pabrik tembikar dan kayu-kayuan untuk membuat rumah dan dipan-dipan.

Demikian pula sumber-sumber pendapatan yang lain seperti menggembala kambing dan berburu juga cukup dikenal. Akan tetapi dunia perdagangan tetap menjadi tumpuan utama bagi ekonomi Makkah.

Siasat perjanjian dan persekutuan di atas merupakan sebab utama bagi perkembangan kota Makkah. Sementara besarnya perkembangan modal banyak disebabkan oleh perpindahan dari perdagangan lokal kepada perdagangan antar negara (global).

Pertikaian antara Persia dan Romawi cukup membantu perkembangan jalur-jalur perdagangan laut sebagai ganti jalur darat antara Irak dan Syam. Sementara barang-barang diangkut dari India ke Yaman, lalu Makkah dan kemudian Syam. Kafilah-kafilah itu semakin maju permodalannya dengan bergabungnya sejumlah besar penduduk Makkah yang menanamkan modalnya berupa saham, besar atau kecil sesuai dengan kondisi keuangan mereka.

Begitu pula perdagangan tersebut,
cukup membantu memperkuat jalinan sosial penduduk Makkah, karena diikat dengan berbagai kepentingan terlebih ikatan kekeluargaan. Akan tetapi, kerjasama tidaklah mungkin terjadi tanpa adanya perbedaan status sosial, dimulai dari kelas sangat berada, lalu kelas menengah kemudian kelas papa.

Sementara modal yang besar itu berada di tangan orang-orang kaya dan berkembang lebih pesat melalui perdagangan, dan memberikan pinzaman yang bersifat ribawi kepada orang-orang yang membutuhkan. Juga mengembangkannya melalui pertanian di Thaif yang letaknya berdekatan dengan Makkah.

Demikian kondisi Makkah, diantara orang-orang kaya itu ada yang makan menggunakan piring besar yang terbuat dari emas dan perak sementara mayoritas penduduk Makkah pada saat itu dalam keadaan sengsara.

Perdagangan Makkah kadang-kadang ditempuh melalui jalur laut menuju jalur darat. Akan tetapi mereka belum memliki armada laut untuk mengangkut perdagangan mereka. Mereka hanya memanfaatkan perahu-perahu Habasyah untuk menyeberang ke negeri Habasyah. Adapun perahu-perahu Romawi hanya sampai pada pelabuhan penduduk sebelum pindah ke Jeddah pada masa pemerintahan Utsman. Dari negeri Habasyah, kaum Quraisy mengimpor kayu kemenyan, parfum, wol, gading gajah, kulit binatang, rempah-rempah, dan budak hitam. Sementara dari Syam, kaum Quraisy mengimpor gandum, tepung, minyak, dan khamr. Dari India mengimpor emas, timah putih, batu permata, gading gajah, kayu cendana, rempah-rempah seperti bumbu-bumbu, lada, dan yang sejenis dengannya,
barang-barang tenunan dari sutra, kapas, katun, urjuwan (sejenis kayu gaharu), parfum super, zakfaran, bejana-bejana yang terbuat dari perak, tembaga, dan besi. Sedangkan kaum Quraisy sendiri membawa beberapa produksi negeri arab seperti minyak, kurma mentah, wol, bulu unta, bulu binatang lainnya, kulit, dan minyak samin.

Ekonomi perdagangan membutuhkan keamanan. Kaum Quraisy memiliki siasat kalem dan lemah lembut, tidak dengan cara unjuk kekuatan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan dagangnya serta keamanan jalur perdagangannya di luar. Kaum Quraisy sama sekali belum pernah terlibat perang sebelum Islam datang, kecuali perang Fijar yang berlangsung empat kali dan perang itu hanyalah perang kecil serta bentrokan biasa, bahkan Rasulullah sempat menyaksikan kejadian yang terakhir yaitu perang Fijar ke empat, pada waktu itu usia beliau baru menginjak 20 tahun, dan Quraisy belum bisa mencapai kemenangan atas bangsa Arab dalam pertempuran tersebut. Dan yang cukup membantu Quraisy dalam menjaga keamanan adalah keberadaan Ka'bah, dimana orang-orang Arab yang berasal dari berbagai penjuru mendatanginya guna melaksanakan ibadah haji. Pada saat itu ka'bah masih dikelilingi berhala-berhala mereka yang jumlahnya 360 buah. Sebagiannya didatangkan oleh 'Amru bin Luhay Al Khuza'i -orang yang pertama kali merubah agama Ibrahim Dari Syam, seperti Hubal dan sebagian yang lain produksi lokal, bahkan sebagian lagi bukan buatan melainkan sebuah batu seperti Isaaf dan Nailah.

Kondisi Makkah sebagai pusat kegiatan ibadah bagi orang-orang Arab, cukup menambah kehormatan bagi kaum Quraisy, dan terwujudnya perjanjian bersama kabilah-kabilah, serta perlindungan yang berdampak positif bagi perdagangannya.

Kehomatan Makkah pada masa lalu tentunya kembali pada Nabi Ibrahim AS. Dimana tanah itu tetap menjadi tanah yang
disucikan, tanah Haram dan aman hingga datang agama Islam yang tetap memperkokoh kehormatan dan kesucian tanah tersebut. Pengagungan terhadap Ka'bah tidak terbatas pada penduduk Makkah saja, bahkan meluas sampai ke semenanjung Arab. Tempat-tempat berhala yang lain tidak mampu menyainginya, seperti istana Uqaisir, istana Dzul Khulashah, istana Shan'a, istana Radha', dan istana Najran.

Upaya Abrahah untuk mengalihkan kegiatan haji ke gereja besar yang dibangunnya di Shan'a gagal total setelah dihancurkan beserta pasukannya yang akan menginvasi Makkah pada tahun 570 M. Dan sekalipun tersiar berita-berita tentang penduduk kuno Makkah seperti Jurhum lalu Khuza'ah dan kemudian
Quraisy, akan tetapi dominasi berita-berita itu tetap tertuju khusus pada Quraisy. Dan banyak diantara berita-beritanya itu disinyalir layak untuk dikaji secara historis dan bukan dongeng kosong. Khususnya setelah Qushai bin Kilab mengumpulkan kabilah-kabilah Quraisy dan menguasainya atas beberapa urusan penting di Makkah, dan hal itu terjadi di pertengahan awal abad ke-V masehi. Dengan demikian, berarti sejarah politik dan sastra bertepatan, mengingat sejarah sastra jahiliyah tidak lebih dari 150 tahun sebelum Islam. Dimana sebelumnya kendali itu masih berada di tangan bani Khuza'ah. la membuat batas-batas Makkah menjadi 4 bagian dan dibagikan masing-masing kepada kaum Quraisy. Kaum Quraisy pun mulai membangun gedung-gedungnya dengan batu di atas tanah Haram yang sebelumnya merupakan kawasan pepohonan yang kosong tanpa bangunan.

Dan pada saat itu pohon dianggap keramat dan tidak boleh ditebang hingga akhirnya ditebang oleh Qushai yang menyebabkan orang-orang menjadi berani untuk menebangnya. Kemudian Qushai mulai mengatur kondisi Makkah dan membagi tugas-tugas dan kewajiban kepada pengikutnya antara lain: wewenang menjaga pintu Ka'bah, memberi minum orang-orang yang menunaikan haji, menjamu mereka, memegang panji, dan bertanggung jawab atas balai pertemuan. Qushai membuat balai pertemuan untuk dirinya yang pintunya langsung berhubungan dengan masjid Ka'bah.
Di balai pertemuan inilah kaum Quraisy mengadakan musyawarah membahas berbagai permasalahan seputar perdamaian dan peperangan. Sebagaimana akad nikah dan mu'amalah lainnya juga dilakukan di tempat ini. Balai pertemuan ini di samping berfungsi sebagai tempat musyawarah, juga dipakai untuk tempat persidangan yang dipimpin oleh para pemuka mereka, yaitu orang-orang yang mewakili para   pemimpin keluarga dan memiliki pandangan luas di kota Makkah. Diantara mereka hampir tidak ada yang berusia 40 tahun. Secara adat orang-orang biasanya merasa terikat dengan instruksi-instruksi yang berasal dari balai pertemuan. Ketika itu tidak ada undang-undang tertulis, juga tidak ada ketua atau hakim atau raja di Makkah. Pemilihan anggota balai pertemuan tidaklah bisa dilakukan dengan cara mengundi, tetapi sudah ditentukan sesuai adat yang berlaku. Qushai mengambil sepersepuluh dari para pedagang yang datang ke Makkah yang bukan penduduk Makkah. Hal tersebut menjadi salah satu sumber kekayaan di Makkah. Dan perintah Qushai di tengah kaum Quraisy dianggap seperti agama yang harus diikuti, sebagai pengakuan akan keutamaan, dan kemuliaan atas nasib baiknya.

Para pemuka dikenal sangat kuat dalam menjaga keyakinan-keyakinan, adat istiadat, dan kebiasaan yang berlaku, untuk mengokohkan hak-hak warisan mereka, status sosial, dan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka. Semua itu terwujud dengan cara menjaga situasi dan kondisi yang berkembang, serta persatuan penduduk Makkah. Dan salah satu sebab mengapa mereka sangat menentang munculnya Islam, adalah ketika mereka memandang bahwa Islam merupakan ancaman bagi keutuhan persatuan kaum Quraisy. Dan yang membuat mereka sangat murka juga adalah hijrahnya kaum muslimin ke Habasyah, kemudian ke Madinah.

Wewenang ini selanjutnya dipegang oleh anak-anak Qushai beserta cucu-cucu mereka, untuk menangani urusan urusan penting yang mengarah kepada kemajuan Makkah. Dan dalam waktu yang sama kedudukan, keutamaan, dan kemuliaan mereka semakin nampak, hingga semakin percaya diri dalam memimpin kaumnya.

Jika kita perhatikan apa yang telah mereka perbuat, maka sebenarnya Qushai-lah yang telah mengumpulkan Quraisy dan menguatkan kedudukannya di Makkah serta mengelola urusan-urusannya. Sesudah Qushai, anak-anaknya-lah yang memegang kendali kewenangannya, berupa memberi minum orang-orang
yang tengah menunaikan ibadah haji, menjamu mereka, menjaga pintu Ka'bah, memegang panji, dan bertanggung jawab atas balai pertemuan.

Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai semakin berpengaruh setelah melakukan perjanjian dagang dan memperluas zona perdagangan di Makkah. Dengan cara mengembangkannya dari batas-batas lokal menuju zona antar negara (global).

Dimulailah dengan menggali beberapa sumur untuk kepentingan kaum Quraisy sekaligus jamaah haji. Ketika itu Al Muththalib saudara Hasyim dikenal sebagai orang yang tekun beribadah dan menjauhi perangai-perangai jelek seperti kedzaliman dan kelaliman, di sisi lain ia senantiasa menganjurkan untuk berakhlak mulia. Sedangkan Abdul Muththalib bin Hasyim lebih dikenal sebagai dermawan karena kemurahan hatinya, juga dikenal dengan julukan "Syaibatul Hamdi (kakeknya pujian) karena banyaknya manusia yang memujinya. la dikenal sebagai orang yang menggali sumur zam-zam, yang airnya meluap hingga ke sumur-sumur lain di Makkah karena melimpah dan berkesinambungan. Dan rasa airnya lebih nikmat daripada air yang ada di sumur-sumur lain di kota Makkah. Padahal sebelum menggali sumur zam-zam ini, anak-anak Qushai mendatangkan air dari sumur sumur di luar Makkah.


Abdul Muththalib bukanlah orang yang paling kaya di Quraisy, juga bukan satu-satunya pemuka Makkah. Akan tetapi kaitannya dengan pengurusan Ka'bah dan pelayanannya terhadap jamaah haji menjadikannya termasuk bagian diantara orang-orang yang terpandang di Makkah. Dan dialah yang berkomunikasi dengan Abrahah, ketika ia hendak memerangi
Makkah untuk yang terakhir kali.

Menjelang Islam muncul, Abu Thalib bin Abdul Muththalib mendapat wewenang untuk mengurusi jamuan bagi jamaah haji dan memberi minum mereka. Namun ia tidak memiliki dana operasional untuk itu, sehingga akhirnya ia terpaksa harus berhutang kepada saudaranya Abbas bin Abdul Muththalib sebanyak 10.000 Dirham. Kemudian dia menggunakan uang itu untuk operasional pengurusan jamuan dan memberi minum jamaah haji. Dan ketika ia tidak sanggup membayar hutang sejumlah itu, ia mundur dari wewenang tersebut dan menyerahkannya kepada Abbas bin Abdul Muththalib.

Demikianlah, status sosial keluarga Rasulullah SAW selalu menguntungkan, khususnya di Makkah ketika munculnya Islam. Sekalipun mereka termasuk kelas menengah dalam status ekonomi, bahkan bisa jadi mereka termasuk di bawah kelompok pedagang kelas menengah di Makkah. Kekayaan Makkah menjelang datangnya Islam, masih berada ditangan Bani Abdi Syams dan Bani Naufal, serta Bani Makhzum. Keluarga-keluarga Quraisy lainnya menentang mereka dalam masalah kekuasaan atas Makkah. Pertentangan yang terjadi diantara mereka itu sebenarnya sudah terjadi semenjak periode anak-anak Qushai yang menyebabkan terpecahnya mereka menjadi dua kelompok sentral; yang pertama adalah "Al-Muthayyibun" yang terdiri dari Bani Abdi Manaf dan yang bersekutu dengannya dari kalangan Bani Asad bin Abdil 'Uzza, Bani zuhrah, Bani Tamim, Bani Al-Harits bin Fihr. Kelompok kedua adalah "Al-Ahlaf" yang terdiri dari Bani Abdi Ad-Daar dan yang bersekutu dengan mereka dari kalangan Sahm, Jumah, Makhzum dan 'Adi. Terkadang perselisihan dan percekcokan itu terjadi di dalam satu keluarga, sebagaimana hal itu terjadi antara Umayyah bin Abdi Syams dan pamannya Hasyim bin Abi Manaf.
Sebagaimana hal itu juga terjadi pada orang-orang setelah mereka seperti
yang terjadi antara kedua anak mereka yaitu Harb bin Umayyah dan Abdul
Muththalib bin Hasyim. Kondisi aman dan sejahtera yang meliputi kota Makkah sebelum Islam datang, sangat membantu untuk melanggengkan posisi para pemukanya. Berbeda dengan para pemuka Madinah, yaitu orang-orang yang selalu dicoba dengan berbagai peperangan yang terjadi di kalangan internal. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa kaum Quraisy begitu keras melawan da'wah Islam.

Diantara orang-orang Makkah yang paling menonjol pada masa kenabian adalah Al-Aswad bin Abdul Muththalib dan Al-Aswad bin Abdi Yaghuts Az-Zuhri. Keduanya termasuk orang yang disegani di kalangan kaum Quraisy pada masa Jahiliyyah. Mereka berdua juga termasuk diantara orang-orang yang mencela Rasulullah dan para sahabat.

Di antara para pemuka Makkah ketika itu adalah Abu Jahal, Al-Harits dan 'Amru, yang merupakan anak-anak daripada Al-Mughirah bin Hisyam Al-Makhzumi. Permusuhan Abu Jahal dan 'Amru terhadap Islam sudah sangat terkenal. Begitu juga tentang usaha mereka berdua menghalangi orang-orang yang ingin mengikuti Rasulullah , di samping penyiksaan yang dilakukan oleh Abu Jahal terhadap orang-orang lemah dari kaum muslimin.

Selain mereka ada juga yang bernama Hakim bin Hizam Al-Khuwailid Al-Hakam bin Abi Al-'Ash bin Umayyah, Walid bin Al-Mughirah Al-Makhzumi yang dikenal sebagai orang congkak, dan mereka termasuk kelompok yang menghina Islam dengan keangkuhan, ujub, dan penuh kesombongan.

Kemudian Abu Umayyah Sa'id bin Al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams. Ia memusuhi Islam dan sangat mendorong untuk merusak kaum muslimin. 'Amru bin Abdi Wadd Al-'Amiri, seorang penunggang kuda yang masyhur. Suhail bin 'Amru yang mewakili Quraisy dalam perjanjian Hudaibiyah. Al-Harits bin Qais bin 'Adi As-Sahmi, termasuk yang mencela Islam dan pemeluknya. Juga 'Utbah bin Rabi'ah bin Abdi Syams. Abu Sufyan Shakhr bin Harb yang dikenal sebagai pemimpin perdagangan Quraisy untuk wilayah luar, di samping sebagai pemimpin Makkah untuk urusan perang. Ia sangat menentang Islam. Barangkali dia termasuk pemuka yang paling banyak merintangi orang lain untuk masuk Islam hingga akhirnya ia memeluk Islam pada waktu Fathu Makkah.

Abdul Uzza bin Abdil Muththalib termasuk golongan hartawan Makkah dan termasuk kelompok garis depan yang paling sengit memusuhi da'wah islam.

Dan tidak ketinggalan pula tokoh Makkah yang bernama Abu Lahab paman Rasulllah la termasuk pemuka Makkah, dan sangat dikenal tentang sikap-sikapnya yang selalu memusuhi Islam. Tidak diragukan lagi bahwa sebagian besar pemuka-pemuka yang cukup kuat ini, yaitu orang-orang yang menghadang laju da'wah Islam  melawan dengan penuh permusuhan serta melakukan intimidasi terhadap para pemeluknya. Hal ini menjelaskan kondisi yang sangat sulit yang dialami oleh Rasulullah di Makkah.

Adapun pemuka-pemuka yang dengan rela masuk Islam ataupun yang bersedia membela Islam pada periode Makkah adalah Abu Thalib, Hamzah, Abbas, semuanya adalah anak Abdul Muththalib, dan Abu Bakar As-Siddiq, serta Umar bin Khaththab.

Kondisi Kehidupan Beragama di Makkah

Hajar beserta bayinya adalah orang yang pertama kali tinggal di Makkah. Kemudian datang Jurhum lalu menetap di sekitar sumur zam-zam. Kemudian Ibrahim membangun Ka'bah, tempat pertama kali yang digunakan untuk beribadah kepada Allah. Ibrahim adalah seorang rasul yang menyeru kepada aqidah Tauhid. Maka sudah barang tentu Jurhum mengikuti agama Ibrahimi demi menjaga keutuhan agama Tauhid pada generasi awal di Makkah pasca  pembangunan Ka'bah.

Nampak jelas bahwa aqidah Tauhid yang terpatri di dalam jiwa manusia ketika itu teracuni oleh penyimpangan seputar peribadatan kepada patung dan berhala. Buku-buku sejarah dan tarikh mengisyaratkan tentang adanya pengaruh Amru bin Luhai Al-Khuza'i dalam mengadopsi berhala-berhala dari Syam ke Makkah dan aktifitasnya dalam mengajak orang untuk beribadah kepada berhala-berhala tersebut. Dan nampak jelas juga bahwa ajaran-ajaran agama Ibrahim pada masa 'Amru bin Luhai sangat lemah pengaruhnya pada jiwa manusia, dan bisa jadi ajaran rinci agama tersebut
telah lenyap. Dari sini nampak jelas kesiapan manusia untuk menerima
kesyirikan dan apa saja yang terkait dengan hal itu berupa aqidah-aqidah
yang batil. Jika fenomena ini bersumber dari pernyataan sejarawan yang banyak berkecimpung dan menyelami hal itu, maka bisa dipastikan bahwa Amru bin Luhai Al-Khuza'i telah berani membuat kebiasaan-kebiasaan dan ideologi di Makkah yang bertentangan dengan agama yang benar. Dan Nabi SAW telah menjelaskan bahwa beliau pernah bermimpi dimana ia (Amru bin Luhai) menyeret ususnya di neraka, dan dia termasuk orang yang pertama kali melakukan berbagai penyimpangan, yaitu berupa mengharamkan punggung binatang ternak yaitu tidak boleh dibebankan kepadanya sesuatu apapun sebagai nadzar kepada berhala-berhala itu dan akhirnya terperdaya dan tidak boleh ditahan dari padang gembala, tidak juga air dan tidak boleh ditunggangi oleh siapapun.

Pengharaman ini sama sekali tidak diizinkan oleh Allah , meskipun tidak diiringi dengan nadzar untuk berhala-berhala. Adapun jika diiringi  dengan nadzar, maka hal itu sudah termasuk syirik. Pernyataan tegas dari para sejarawan atas pengaruh 'Amru bin
Luhai ini, sudah barang tentu bersandar kepada sejarah yang otentik yang mengukuhkan bahwa 'Amru benar-benar memiliki penyimpangan agama Ibrahim dan menyebarkan kesyirikan di tengah
penduduk Makkah dan di luar Makkah.

Sesungguhnya referensi paling akurat yang menjelaskan tentang ideologi Jahiliyah adalah Al-Qur'an, yaitu dari sela-sela dialog keagamaannya dengan kaum musyrikin dan mencela keyakinan-keyakinan mereka.
Allah telah menjelaskan dalam Al-Qur'an bahwa kaum musyrikin Arab menyembah patung-patung yang mereka klaim sebagai tuhan dalam rangka mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya dan juga memberikan syafaat bagi mereka di sisi-Nya. Allah berfirman:

"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan,

dan mereka berkata: Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah'.

Mereka sebenarnya mengenal Allah akan tetapi mereka meminta syafaat kepada Allah melalui berhala-berhala yang mereka anggap sebagai tuhan. Allah berfirman, yang artinya

"Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain selain Allah?"
Mereka menyembah berhala-berhala dengan keyakinan bahwa mereka adalah tempat turunnya arwah-arwah sebagaimana yang diungkapkan sejarawan. Interaksi mereka dengan paganisme tersebut bersama syi'ar, adat istiadat, dan keyakinan merupakan fenomena yang diikuti dengan sebab taqlid. Setiap generasi baru mengambil paganisme ini dari pendahulunya, kemudian hal tersebut mendarah daging seiring perjalanan waktu dan mereka sangat mengagungkan pendahulu mereka. Allahberfirman:

"Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan
sesungguhnya kami orang-orang yang mendapatkan petunjuk."

Akibat sikap taqlid itulah mereka menjadi buta dan bungkam untuk mengkritisi berbagai keyakinan dengan menggunakan akal dan berpijak pada dalil shahih.
Penyimpangan pada aqidah ini diikuti dengan penyimpangan dalam ibadah, tingkah laku, syi'ar, serta hukum-hukum.

Dalam manasik haji sudah terkontaminasi oleh paganisme. Berhala-berhala diletakkan di sekitar Ka'bah. Mereka thawaf di sekitarnya dan kadang dengan bertelanjang. Bahkan pada akhirnya, kaum Quraisy tidak lagi melakukan wukuf di Arafah, tetapi mereka lakukan di Muzdalifah yang sudah barang tentu berbeda dengan orang lain. Mereka tidak mencambuk, tidak membanting, dan tidak mengikat seekor kambing atau sapi, tidak menenun bulu domba atau unta, dan mereka tidak memasuki rumah yang terbuat dari bulu dan tanah liat. Akan tetapi, mereka bersembunyi di kubah-kubah merah pada bulan-bulan haram. Kemudian mereka mengharuskan setiap orang Arab tanpa terkecuali, untuk membuang perlengkapan tahallul apabila masuk ke tanah Haram. Di samping itu, mereka harus meninggalkan pakaian tahallul dan menggantinya dengan pakaian ihram. Terserah apakah mau dijual, dipinjamkan, atau dihibahkan. Hal itu jika memungkinkan untuk dilakukan, dan jika tidak, mereka tawaf mengelilingi Ka'bah dengan telanjang. Mereka juga mengharuskan hal tersebut pada kaum wanita Arab. Hanya saja kaum wanita thawaf di tangga-tangga yang tiang-tiangnya agak longgar di bagian belakang.

Demikianlah, mereka telah mengada-ada dan membuat undang-undang yang sama sekali tidak dibolehkan Allah. Sekalipun mengklaim bahwa mereka berada di atas syariat bapak mereka Ibrahim AS.

Persepsi mereka tentang Allah sangatlah dangkal dan terbatas. Oleh karena itu, mereka menyimpang dari kebenaran dalam tauhid Asma' was Sifat.

Allahberfirman:

"Dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama Allah."

Mereka mengingkari sebagian sifat-sifat Allah dan memberikan nama untuk Allah dengan nama-nama yang sama sekali tidak berdasar atau dengan sesuatu yang mengandung makna negatif. Mereka menyandarkan kepada Allah berbagai kekurangan seperti memiliki anak dan butuh sesuatu.

Mereka mengklaim bahwa malaikat adalah anak-anak perempuan Allah dan menjadikan jin-jin sebagai sekutu bagi-Nya. Allah berfirman:

"Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah."
Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha suci Allah,
sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu
anak laki-laki).

Mereka mengingkari takdir dan menggugat Allah dengan alasan taqdir, sebagaimana tertuang dalam ayat "Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun.

Dan diantara keyakinan mereka adalah mengingkari Hari Kebangkitan, Allah berfirman:

"Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-
sungguh: Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati'."

Peribadatan mereka kepada tuhan dan pendekatan mereka terhadap berhala-berhala dengan cara berkurban dan bernadzar, sama sekali bukan ditujukan untuk akhirat. Tetapi sekedar mewujudkan kepentingan-kepentingan duniawi seperti memperbanyak harta, menolak kejahatan, dan segala marabahaya dari mereka di dunia ini, sebab mereka tidak mengerti tentang akhirat. Di tengah masyarakat yang pada umumnya mengingkari Hari Kebangkitan itu, ada sekelompok orang yang mempercayai Hari Kebangkitan tersebut, diantaranya adalah para sastrawan jahiliyah dan yang lain. Di dalam sejarah tidak dinyatakan tentang persepsi mereka perihal apa yang akan terjadi pasca Hari Kebangkitan. Mereka menisbatkan  musibah-musibah yang terjadi -seperti kematian- kepada Ad-Dahr 'masa' Allah berfirman :

Dan mereka berkata: 'Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan hidup, dan tidak ada yang membinasakan kami selain masa.

Adapun mengenai ibadah, dengan seenaknya mereka mengurangi atau menambah-nambah di dalamnya, hanya karena mengikuti hawa nafsu belaka. Mereka mengurangi sebagian rukun haji, yaitu wukuf yang mestinya dilakukan di Arafah, mereka lakukan di Muzdalifah. Aisyah berkata: "Orang-orang Quraisy dan siapa saja yang mengikuti agama mereka melakukan wukuf di Muzdalifah yang mereka beri nama 'Al-Hums. Padahal orang-orang Arab selain mereka wukuf di Arafah. Setelah Islam datang, Allah memerintahkan nabi-Nya mendatangi Arafah dan melakukan wukuf disana. Kemudian bertolak darinya, sebagaimana firman Allah :

Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak
(Arafah)."

Berdasarkan hal itu, mereka memandang bahwa umrah di bulan-bulan haji termasuk pelanggaran yang paling besar di muka bumi. Dan diantara perkara yang mereka tambahkan dalam ibadah adalah, bersiul dan tepuk tangan di Masjidil Haram, Allah berfirman:

"Shalat mereka di sekitar Baitullah itu tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan.
Begitu juga ibadah kurban mereka bagi patung merupakan pengagungan terhadap berhala-berhala. Sebagaimana juga mereka bersumpah untuk Laata dan 'Uzza.

Diantara contohnya adalah mereka meminta hujan kepada dewa hujan. Adapun mengenai prilaku, kebiasaan, dan tradisi, kebanyakan sudah dibuang oleh Islam. Seperti kebanggaan terhadap
kemuliaan leluhur dan mencela keturunan. Rasulullah bersabda:

Empat hal termasuk urusan jahiliyah berada pada umatku yang tidak
ditinggalkan oleh mereka; kebanggaan terhadap kemuliaan leluhur, mencela keturunan, meminta hujan kepada ahli nujum, dan wanita yang meratapi kematian. "

Dan di antara perangai jahiliyah adalah menjelek-jelekkan orang lain dengan sebab perbuatan yang dilakukan oleh para ibu dan bapak mereka, serta perasaan bangga mendapatkan  wewenang mengurusi Masjidil Haram

Allah berfirman:

Dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur'an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari.

Begitu juga dengan pengagungan mereka terhadap dunia dan harta beserta pemiliknya sebagaimana yang ditunjukkan oleh firman Allah, yang artinya

"Dan mereka berkata: Mengapa Al-Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang
besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Thaif) ini?""

Demikian pula dengan sikap memandang remeh orang fakir miskin. Telah berkembang luas di kalangan mereka ramalan, aliran-aliran tertentu merasa sial karena sesuatu dan juga perdukunan. Mereka juga berlindung diri kepada jin karena takut kepada mereka. Allah berfirman,

"Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari kalangan jin-jin itu menambah bagi
mereka dosa dan kesalahan."

Sebagian diantara mereka ada yang mencoba menyusupkan kesamaran
dalam manasik haji diantara Jahiliyah dan Islam serta sebagian bentuk peribadatan yang lain untuk membangkitkan syubhat-syubhat, yaitu bahwa ajaran-ajaran Islam merupakan kelanjutan bagi masa Jahiliyah dengan adanya perubahan-perubahan kecil sesuai kondisi. Aqidah tauhid merupakan hal yang biasa didengungkan oleh sebagian sastrawan Jahiliyah. Ibadah haji ke Ka'bah, sudah ada sejak dulu, begitu juga mengagungkan bulan-bulan Haram. Munculnya pemikiran yang berkenaan dengan qadha' dan qadar yang lebih didominasi oleh pemaksaan, terlebih tentang kesamaan dalam mengajak kepada tingkah laku yang baik, kejujuran, kemuliaan, dan kebaikan.

Sesungguhnya pemaham ini, tidak mungkin terwujud tanpa ada pengakuan terhadap wahyu dan kenabian. Dan sesungguhnya Ibrahimisme telah meninggalkan ajaran-ajaran, ibadah-ibadah, dan nilai-nilai keagamaan di Makkah dan sekitarnya. Sebagaimana para nabi yang lain telah menyampaikan agama yang benar kepada suku Arya di semenanjung Arab seiring sejarah mereka yang panjang.

Sesungguhnya pemahaman yang integral terhadap Islam akan menegaskan bahwa agama ini datang untuk mendobrak realita pemikiran dan sosial pada saat muncul fenomena seperti itu. Dan bukan sebagai kelanjutan bagi juhud pada masa lalu, dan tidaklah serangannya terhadap realita jahiliyah lebih besar dari apa yang telah ditinggalkannya.

Yang diinginkan oleh orang-orang yang mengatakan bahwa Islam merupakan kepanjangan, perkembangan dan pantulan pemikiran sosial Makkah, adalah menguatkan bahwa Al-Qur'an adalah buatan manusia, dan mengingkar kenabian dan wahyu.

Tidak diragukan lagi bahwa, perlawanan brutal yang dihadapi Islam di Makkah dan seluruh penjuru Arab, secara umum menjadikan sulit untuk menerima pemikiran-pemikiran yang menyangka bahwa kedatangan Islam dalam rangka mewujudkan ambisi Arab dan pengamatan mereka terhadap persatuan dan keadilan sosial. Sesungguhnya kesadaran akan problematika persatuan dan keadilan sosial, masih tersisa sedikit hingga hari ini di dalam manusia di mayoritas wilayah yang dihuni. Monopoli kekuasaan dan kedzaliman sosial, serta mencela kemuliaan dan hak-hak manusia masih menunjukkan sebuah problem yang rumit, terlebih dari kalangan Arab yang telah diracuni perangai badui serta perpecahan menjelang Islam datang. Hak-hak yang diperoleh manusia seperti hak hidup, memiliki, bermusyawarah, kebebasan beraqidah, sesuai dalam memperoleh hak-hak umum dan persamaan dihadapan syari'at dan keadilan. Hak-hak seorang wanita tidaklah membuahkan kompetisi sosial sebagaimana yang terjadi pada sejarah kebudayaan barat, akan tetapi manusia berusaha untuk mendapatkan hak-hak ini melalui hukum penguasa tertinggi.

Jika masyarakat Islam pasca Khulafaur Rasyidin menjadi lemah untuk meneruskan perjalanan diatas manhaj mereka dengan level yang sama bahkan telah nampak kekurangan dan diskriminasi atas hak-hak manusia.

Maka tanggung jawab itu menimpa manusia yang tidak bisa memelihara sebuah level dari kesadaran yang memungkinkan bagi mereka untuk mendapatkan hak-hak politik, sosial dan ekonomi, dan tidak menimpa Islam itu sendiri.

Demikianlah kisah Makkah pada Periode Pra Nabi dalam buku Shahih Sirah Nabawiyah Karya Dr. Akram Dhiya Al-Umuri yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia Oleh Farid Qurusy, Imam mudzakir, Amanto Surya Langka, dan Abdur Rahman. Semoga karya beliau-beliau dapat menjadi manfaat bagi kita semua. Amin.

Lanjut ke Bagian Selanjutnya :
"Ciri-ciri Rosulullah SAW"

Comments

Banyak Dilihat

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Sholat

Syarat, Rukun, & Sunnah Sholat Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara sholat mulai dari syarat sholat, rukun sholat, dan sunnah-sunnah dalam sholat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Bersuci atau Taharah . Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan  Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب)  atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syujak Syihabuddin Thayyib Al-Ashfahani  ( شهاب الدين احمد ابن الحسين بن احمد , ابو شجاع ,

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Jual Beli

Macam-macam Jual Beli dan Akad lainnya Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Jual Beli dengan pokok-pokok bahasan yang meliputi m acam-macam Jual Beli,  Bab Riba,  Khiyar (Memilih),  Akad Salam,  Gadai,  Yang Dilarang Bertransaksi (Al Hajr),  Perdamaian (Suluh),  Hiwalah,  Dhaman,  Kafalah,  Akad Syirkah,  Wakalah (Perwakilan),  Ikrar,  Pinjam Meminjam,  Ghasab,  Syuf'ah,  Hutang,  Siraman,  Sewa,  Ju'alah,  Bagi Hasil Tanaman,  Menghidupkan Bumi Mati,  Waqaf,  Hibah,  Barang Temuan (Luqatah),  Merawat Luqotoh, dan  Barang Titipan. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Haji dan Umroh. Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di s

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Zakat

Zakat Mal  dan Zakat Fitrah Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Zakat mulai dari Zakat Mal, Zakat Fitrah, Zakat Harta Berserikat, Zakat Emas dan Perak, Zakat Pertanian, dan Zakat Perdagangan. Juga akan di jelaskan siapa saja yang berhak menerima zakat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Sholat . Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب) atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syuj

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Hukum Waris dan Wasiat

Hukum Waris dan Wasiat dalam Fiqih Islam Madzhab As-Syafi'i Kitab Faraidh adalah ilmu pembagian harta warisan menurut syariah Islam  madzhab Syafi'i. Hukum waris Islam wajib diterapkan dalam pembagian harta peninggalan mayit. Ahli waris dalam Islam tidak hanya terbatas pada anak dan cucu tapi juga meliputi ayah ibu, kakek ke atas; anak laki-laki dan perempuan, cucu dari anak lelaki ke bawah; suami istri, saudara kandung, saudara seayah, saudara seibu. Harta waris harus dibagikan segera setelah pewaris meninggal setelah dipotong hutang, biaya pemakaman dan wasiat. Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara menjalankan   Hukum Waris ,  10 Golongan Ahli Waris Laki-laki ,  7 Golongan Ahli Waris Perempuan ,  5 Golongan Ahli Waris yang Selalu Dapat Warisan ,  7 Golongan Tidak Berhak Mendapat Warisan ,  Ahli Waris Asobah ,  Bagian Pasti dalam Warisan , dan Wasiat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Jual Beli.  Sebagai peng

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Haji dan Umroh

Syarat, Rukun, dan Tata Cara Haji dan Umroh Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Haji dan Umroh dengan pokok bahasan yang meliputi Syarat Wajib Haji, Syarat/Rukun dan Tata Cara Haji, Rukun Umroh, Wajib Haji, Sunnah Haji, Larangan saat Ikhrom, dan denda Haji. Haji dan umroh  adalah salah satu dari lima prinsip (rukun) Islam yang wajib dilaksanakan sekali seumur hidup bagi yang mampu. Haji adalah ibadah khusus yang hanya boleh dilaksanakan di Tanah Suci Makkah pada bulan-bulan tertentu. Sedangkan umroh adalah ibadah yang merupakan satu paket dengan haji namun bisa juga dilaksanakan secara mandiri di luar musim haji sepanjang tahun namun tetap pelaksanaannya harus di Makkah, Arab Saudi dengan cara ritual ibadah yang mirip namun tanpa wukuf di Arafah, tanpa mabit di mina dan tanpa melempar jumrah. Persamaannya adalah sama-sama keliling Ka'bah, sa'i antara sofa dan marwah dan memulai ibadah dari miqat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Mat

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Pidana/Jinayat dan Hukuman Pidana/Hudud

Jinayat (Pidana) dan Hudud (Hukuman Pidana) Bab ini menjelaskan tentang fiqih   Jinayat (Pidana) , yang mencakup Diyat , dan Klaim Darah. Juga menjelaskan tentang   Hudud (Hukuman Pidana)   yang meliputi Hukuman Zina ,  Hukuman Tuduhan Zina ,  Hukuman Peminum Alkohol ,  Hukuman bagi Pencuri ,  Hukuman Begal ,  Hukuman Menyakiti Sesama ,  Hukuman Pemberontak ,  Hukuman Murtad , dan Hukuman Tidak Shalat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Nikah dan Talak.  Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut:

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Jihad, Sembelihan dan Buruan, Halal Haram Binatang, Kurban dan Aqiqah, Lomba dan Memanah, Nazar dan Sumpah

Tentang Jihad, Sembelihan dan Buruan, Halal Haram Binatang, Kurban dan Aqiqah, Lomba dan Memanah, Nazar dan Sumpah Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Jinayat dan Hudud.  Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب) atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syujak Syihabuddin Thayyib Al-Ashfahani  ( شهاب الدين احمد ابن الحسين بن احمد , ابو شجاع , شهاب الدين الطيب الاصفهانى) Beliau lah

Mursyid ke-38 Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya

Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya atau biasa disebut dengan TQN PP Surlaya merupakah salah satu Madzhab Tasawuf yang Mu'tabaroh (diakui keabsahannya) yang bertempat di Tasikmalaya Jawa Barat Indonesia. Keabsahan thoriqoh ini tidak hanya sebatas pada amaliyah saja, namun secara sanad atau silsilahnya Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya memang tersambung langsung kepada Rosululloh Muhammad SAW. Sumber foto: sufimedia38 Saat ini (waktu artikel ini ditulis pada hari Minggu tanggal 13 Oktober 2019), ke-Mursyidan TQN Pondok Pesantren Suryalaya berada dibawah  bimbingan Guru Agung Syaikh Muhammad Abdul Ghaots atau Syaikh Muhammad Abdul Gaos yang dikenal dengan panggilan akrab 'Abah Aos' yang di daulat sebagai Mursyid ke-38 dari Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya. Abah Aos menerima mandat sebagai Mursyid ke-38 dari Ikhwan

Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani

Apa itu Manaqib? Apa yang dimaksud dengan Manaqib, Apa sebenarnya pengertian Manaqib, dan Bagaimana Manaqib itu? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang mencoba  akan dijawab melalui pembahasaan sederhana ini. Sumber Foto : laduni.id Assalamu 'Alaikum Wa Rokhmatullohi Wa Barokaatuh Bismilahirrakhmaanirrakhim Alkhamdulillhi Robbil'Alamiin Washolaatu Wassalaamu 'Ala Sayyidil Anbiya wal Mursalin habibana Muhammad SAW. Wa 'Ala Aalihi Wa Sohbihi Ajmain. Manaqib secara bahasa dapat diartikan sebagai "Riwayat Hidup". Kata Manaqib sendiri berasal dari bahasa Arab yang diambil dari lafadz "Naqaba" yang berarti "Menyelidiki, Melubangi, Memeriksa, dan Menggali. Kata Manaqib adalah bentuk jama dari lafadz "Manqibun yang merupakan isim makan dari lafadz Naqaba. Di dalam Al-Quran arti lafadz "Naqoba" dapat kita temukan pada ayat-ayat dari  beberapa Surat yang diantaranya adalah Surat Al-Maidah pada ayat 12, Surat Al-Kah

Popular posts from this blog

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Sholat

Syarat, Rukun, & Sunnah Sholat Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara sholat mulai dari syarat sholat, rukun sholat, dan sunnah-sunnah dalam sholat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Bersuci atau Taharah . Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan  Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب)  atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syujak Syihabuddin Thayyib Al-Ashfahani  ( شهاب الدين احمد ابن الحسين بن احمد , ابو شجاع ,

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Jual Beli

Macam-macam Jual Beli dan Akad lainnya Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Jual Beli dengan pokok-pokok bahasan yang meliputi m acam-macam Jual Beli,  Bab Riba,  Khiyar (Memilih),  Akad Salam,  Gadai,  Yang Dilarang Bertransaksi (Al Hajr),  Perdamaian (Suluh),  Hiwalah,  Dhaman,  Kafalah,  Akad Syirkah,  Wakalah (Perwakilan),  Ikrar,  Pinjam Meminjam,  Ghasab,  Syuf'ah,  Hutang,  Siraman,  Sewa,  Ju'alah,  Bagi Hasil Tanaman,  Menghidupkan Bumi Mati,  Waqaf,  Hibah,  Barang Temuan (Luqatah),  Merawat Luqotoh, dan  Barang Titipan. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Haji dan Umroh. Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di s

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Hukum Waris dan Wasiat

Hukum Waris dan Wasiat dalam Fiqih Islam Madzhab As-Syafi'i Kitab Faraidh adalah ilmu pembagian harta warisan menurut syariah Islam  madzhab Syafi'i. Hukum waris Islam wajib diterapkan dalam pembagian harta peninggalan mayit. Ahli waris dalam Islam tidak hanya terbatas pada anak dan cucu tapi juga meliputi ayah ibu, kakek ke atas; anak laki-laki dan perempuan, cucu dari anak lelaki ke bawah; suami istri, saudara kandung, saudara seayah, saudara seibu. Harta waris harus dibagikan segera setelah pewaris meninggal setelah dipotong hutang, biaya pemakaman dan wasiat. Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara menjalankan   Hukum Waris ,  10 Golongan Ahli Waris Laki-laki ,  7 Golongan Ahli Waris Perempuan ,  5 Golongan Ahli Waris yang Selalu Dapat Warisan ,  7 Golongan Tidak Berhak Mendapat Warisan ,  Ahli Waris Asobah ,  Bagian Pasti dalam Warisan , dan Wasiat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Jual Beli.  Sebagai peng