Menggali Sumur Zam Zam dan Nadzar Abdul Muthalib
Shahih Sirah Nabawiyah Karya Dr. Akram Dhiya Al-Umuri
Diterjemahkan Oleh Farid Qurusy, Imam Mudzakir, Amanto Surya Langka, dan Abdur Rahman
Shahih Sirah Nabawiyah Karya Dr. Akram Dhiya Al-Umuri
Diterjemahkan Oleh Farid Qurusy, Imam Mudzakir, Amanto Surya Langka, dan Abdur Rahman
Tulisan ini merupakan lanjutan dari Kisah Sebelumnya yaitu Sifat dan Ciri Ciri Rasulullah SAW yang diambil dari buku yang sama yaitu Shahih Sirah Nabawiyah Karya Dr. Akram Dhiya Al Umuri.
Bismillaahirrakhmaanirrakhii
Kemuliaan orang-orang terpandang dalam keluarga Nabi SAW di Makkah banyak sekali. Misalnya, Qushay -kakek Hasyim dan Hasyim adalah kakek ayah Nabi Abdullah-adalah orang paling menonjol di kalangan Quraisy pada zamannya. Dialah yang mengatur administrasi Makkah dengan cara membangun balai pertemuan yang dijadikan sebagai tempat pertemuan bagi pemuka-pemuka Quraisy. Begitu juga ia membagi tugas- tugas penting seperti menjamu dan memberi minum para jamaah haji dan memegang panji yang diberikan kepada setiap keluarga Quraisy.
Setiap keluarga menjaga kedudukannya masing-masing pada masa Abdul Muththalib, yang menjadi terkenal dengan sebab menggali sumur zam-zam yang tetap eksis hingga berabad-abad yang mencerminkan sumber mata air terpenting di Makkah. Dan sebagai sumber maklumat bagi kita tentang kisah penggalian sumur zam-zam adalah seorang sahabat agung Ali bin Abi Thalib. Dan nampak jelas bahwa riwayat tersebut cukup dikenal dan masyhur mengingat dekatnya pembawa kisah dengan masa yang terkait. Barangkali Ali mendengar dari ayahnya yang mendengar langsung dari kakeknya, Abdul Muththalib sehubungan dengan peranannya. Adapun sanad riwayat tersebut adalah hasan sampai ke Ali dari riwayat Ibnu Ishaq dengan pernyataan tegas bahwa ia mendengar.
Kesimpulan dari kisah yang diceritakan oleh Abdul Muththalib bahwasanya ia pernah bermimpi selama empat malam, yaitu ada seorang yang mendatanginya dan menyuruhnya untuk menggali lagi sumur zam-zam tanpa menentukan letaknya. Dan pada kali ke empat ia datang dengan menentukan posisi sumur dan menyebutkan namanya dengan
jelas yaitu "Zam-zam". Maka Abdul Muththalib pun mulai menggali sumur
tersebut sesuai posisi yang dimaksud, dan tidak lama setelah itu muncullah
airnya. Kaum Quraisy pun mulai mempermasalahkannya dan menuntut
untuk berkongsi dengannya mengenai urusan air tersebut. Tetapi Abdul Muththalib menolaknya, hingga akhirnya merekapun mengadukan permasalahan mereka kepada seorang dukun wanita. Akan tetapi sebelum mereka sampai ke dukun wanita itu, Abdul Muththalib dan rekannya kehabisan bekal air. Kaum Quraisy pun enggan untuk mengajaknya
berkongsi dalam urusan air yang ada pada mereka, karena berambisi untuk
mendapatkan air yang ada di padang pasir. Tatkala Abdul Muththalib dan rekannya hampir binasa dan mereka menggali tanah untuk kuburan mereka, tiba-tiba terpancarlah sumber mata air dari bawah bekas galian unta betina milik Abdul Muththalib. Lalu mereka semuanya minum dan mengakui bukti kebenaran Abdul Muththalib atas air zam-zam, maka akhirnya merekapun menyerahkannya lagi kepada Abdul Muththalib.
jelas yaitu "Zam-zam". Maka Abdul Muththalib pun mulai menggali sumur
tersebut sesuai posisi yang dimaksud, dan tidak lama setelah itu muncullah
airnya. Kaum Quraisy pun mulai mempermasalahkannya dan menuntut
untuk berkongsi dengannya mengenai urusan air tersebut. Tetapi Abdul Muththalib menolaknya, hingga akhirnya merekapun mengadukan permasalahan mereka kepada seorang dukun wanita. Akan tetapi sebelum mereka sampai ke dukun wanita itu, Abdul Muththalib dan rekannya kehabisan bekal air. Kaum Quraisy pun enggan untuk mengajaknya
berkongsi dalam urusan air yang ada pada mereka, karena berambisi untuk
mendapatkan air yang ada di padang pasir. Tatkala Abdul Muththalib dan rekannya hampir binasa dan mereka menggali tanah untuk kuburan mereka, tiba-tiba terpancarlah sumber mata air dari bawah bekas galian unta betina milik Abdul Muththalib. Lalu mereka semuanya minum dan mengakui bukti kebenaran Abdul Muththalib atas air zam-zam, maka akhirnya merekapun menyerahkannya lagi kepada Abdul Muththalib.
Tidak diragukan bahwa peristiwa serta wewenang atas sumber air tersebut, cukup mengangkat martabat dan harga diri Bani Hasyim di Makkah. Adapun mengenai benda-benda berharga yang diduga berhasil ditemukan di sumur itu seperti, kijang emas dan berbagai pedang tanpa sarung, sama sekali tidak benar riwayatnya.
Sekalipun demikian, sejumlah rawi (Sa'id bin Musayyib dan Az-Zuhri) berupaya untuk menghimpun peristiwa-peristiwa sejarah, selama tidakmenyangkut permasalahan aqidah atau syariat.
Nadzar Abdul Muththalib
Ada riwayat shahih yang bersumber dari Ibnu Abbas ,ia berkata: "...Abdul Muththalib bin Hasyim pernah bernadzar, jika Allah memberinya 10 orang anak laki-laki maka ia akan mengorbankan (menyembelih) salah seorang diantara mereka (di hadapan Ka'bah). Maka tatkala Allah memberinya 10 orang anak, ia mengundi diantara mereka siapa yang akan dikorbankan, undian tersebut jatuh kepada Abdullah. Padahal Abdullah adalah anak yang paling dicintai oleh Abdul Muththalib. la pun berkata: "Ya Allah, dia (Abdullah) atau 100 ekor unta (sebagai tebusannya)?", kemudian ia mengundi antara Abdullah dengan unta,
maka undian itu jatuh pada 100 ekor
unta." Riwayat ini nampak jelas beredar di tengah-tengah keluarga. Dua riwayat mursal dari Az-Zuhri dan Abu Majlas telah menjelaskan bahwa nadzar tersebut terjadi ketika Abdul Muththalib tengah menggali sumur zam-zam dan mendapat kecaman dan gangguan dari kaumnya. Sehubungan dengan masalah nadzar tersebut, terdapat banyak sekali riwayat dari jalan lain, akan tetapi derajatnya sangat lemah yang kesemuanya itu berujung pada Al-Waqidi, Ibnu Abi Sabrah, dan yang lainnya.
maka undian itu jatuh pada 100 ekor
unta." Riwayat ini nampak jelas beredar di tengah-tengah keluarga. Dua riwayat mursal dari Az-Zuhri dan Abu Majlas telah menjelaskan bahwa nadzar tersebut terjadi ketika Abdul Muththalib tengah menggali sumur zam-zam dan mendapat kecaman dan gangguan dari kaumnya. Sehubungan dengan masalah nadzar tersebut, terdapat banyak sekali riwayat dari jalan lain, akan tetapi derajatnya sangat lemah yang kesemuanya itu berujung pada Al-Waqidi, Ibnu Abi Sabrah, dan yang lainnya.
Tidak ada satupun riwayat shahih yang menjelaskan sejarah tentang niat kuat Abdul Muththalib untuk menunaikan nadzarnya dengan menyembelih Abdullah, anaknya sendiri, tetapi riwayat dhaif dari jalan Al-Waqidi menyebutkan bahwa hal itu terjadi 50 tahun sebelum kelahiran Rasulullah Barangkali ini sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Musa bin 'Uqbah dari seorang sahabat bernama Hakim bin Hizam bin Khuwailid Al-Asadi -anak dari saudara laki-laki Khadijah- ia berkata:
"Saya dilahirkan 13 tahun sebelum tahun gajah, dan saya tahu betul ketika Abdul Muthalib hendak menyembelih anaknya Abdullah.
Peristiwa ini memberikan inspirasi tentang apa yang sudah digariskan oleh takdir ilahi dari kelahiran Rasulullah SAW dari ayahnya, Abdullah Bin Abdul Muthalib. Sungguh kehidupan Abdullah telah dijaga oleh Allah SWT dengan memalingkan niat Abdul Muthalib yang hendak mengorbankannya.
Demikianlah kisah dari "Menggali Zam Zam dan Nadzar Abdul Muthalib dalam buku Shahih Sirah Nabawiyah Karya Dr. Akram Dhiya Al-Umuri yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia Oleh Farid Qurusy, Imam mudzakir, Amanto Surya Langka, dan Abdur Rahman. Semoga karya beliau-beliau dapat menjadi manfaat bagi kita semua. Amin.
Lanjut ke Bagian Selanjutnya :
"Pernikahan Abdulah dengan Aminah"
"Pernikahan Abdulah dengan Aminah"
Kembali ke Bagian Sebelumnya :
"Sifat dan Ciri-ciri Rasulullah SAW"
"Sifat dan Ciri-ciri Rasulullah SAW"
Kembali ke Bagian Pertama :
"Sejarah Makkah Periode Pra Nabi"
"Sejarah Makkah Periode Pra Nabi"
Comments
Post a Comment