Skip to main content

Jejak Sejarah Syekh Tolhah Bin Tholabuddin Kali Sapu Cirebon

 

Jejak Sejarah Syekh Tolhah Bin Tholabuddin Kali Sapu Cirebon

Foto Syekh Tolhah Kali Sapu Cirebon

Menelusuri Jejak Sejarah Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah PP Suryalaya - Tasikmalaya Jawa Barat 

Beliau, Syekh Tolhah bin Tolabuddin dari Desa Kali Sapu, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat adalah tokoh utama pengembangan Thoriqhoh Qodoriyah Naqsyabandiyah di wilayah Cirebon dan sebagian Jawa Barat sebelah Timur.

Syekh Tolhah adalah seorang Ulama sufi yang lahir tahun 1825 di daerah Trusmi Cirebon. Beliau adalah murid Syekh Ahmad Khotib Sambas, seperti halnya Syekh Abdul Karim dari Banten dan Syekh Kholil dari Bangkalan, Madura.

 

Kyai Tholabuddin (Pangeran Adhikarya) adalah ayahanda Syekh Tolhah (Pangeran Kusumawijaya), putra dari dari seorang Kiai bernama Sa'iduddin (Pangeran Ratnakusuma), cucu dari Kiai Saifuddin (Pangeran Adhisurya) yang merupakan pemimpin pesantren Rancang. Pesantren ini berlokasi di Desa Tengah Tani di tepi jalan utama Cirebon – Bandung, tidak jauh dari Desa Trusmi, Kecamatan Cirebon Barat, Kabupaten Cirebon. Jarak dari Kota Cirebon kurang lebih 3,5 km.

Sebelum dipimpin Kiai Tolabuddin, Pesantren Rancang dipimpin Kiai Muji (terkenal dengan sebutan Kiai Buyut Muji) tokoh Tarekat Sattariyah di Cirebon, demikian pula Kiai Tolabuddin.

Setelah menjalani masa belajar yang panjang dimulai dari pesantren ayahnya, Syekh Tolhah meneruskan ke Pesantren Babakan Ciwaringin. Setelah itu ia melanjutkan ke Lirboyo di Ponorogo, lalu ke Gresik, Jawa Timur dan akhirnya kembali ke Pesantren Rancang.

Syekh Tolhah pergi menunaikan ibadah haji, lalu melanjutkan belajar berbagai ilmu agama di Mekah kepada Syekh Ahmad Khatib Sambas. Sebelum kembali ke tanah air, ia ditetapkan sebagai Khalifah TQN untuk wilayah Cirebon dan sekitarnya, dalam usia 51 tahun. Dua tahun kemudian Syekh Ahmad Khatib Sambas wafat di Mekah pada tahun 1878.

Seusai diangkat sebagai khalifah TQN pada tahun 1876, Syekh Tolhah sempat mengajar di Pesantren Rancang, membantu ayahnya yang semakin tua.

Makam Syekh Tolhah di Cirebon. Foto TQNNews
Makam Syekh Tolhah di Cirebon. Foto TQNNews

 

Karena situasi yang kurang menguntungkan untuk dakwah Thoriqhoh Qodoriyah Naqsyabandiyah (Pemerintah Kolonial Belanda melakukan pengawasan ketat terhadap pergerakan penganut Thoriqhoh Qodoriyah Naqsyabandiyah), Syekh Tolhah meminta izin dari ayahnya untuk membuka pesantren di tempat lain yang lebih aman dari incaran aparat keamanan Belanda. Saat itu Belanda mulai mengetahui identitas Syekh Tolhah, seorang ulama TQN yang baru kembali dari Mekah.

Pemerintah Kolonial Belanda di Cirebon ternyata sudah memiliki daftar tokoh-tokoh tarekat yang pulang dari Mekah. Data itu dikirim oleh Konsul perdagangan Belanda di Jeddah kepada Gubernur Jendral di Batavia (Jakarta), lalu diteruskan kepada para residen sebagai kepala wilayah.

Setelah melakukan survey, tempat yang dipandang tepat untuk mendirikan pesantren agar terhindar dari incaran aparat kolonial Belanda adalah Begong.

Begong yang letaknya di tepi Sungai Kalisapu ini masuk wilayah Desa Kalisapu, Cirebon Utara. Jarak ke pantai laut sekitar 1 kilometer, sedangkan ke Makam Sunan Gunung Jati 2 kilometer. Di sebelah timur terbentang rawa payau, hutan bakau, serta pohon Rumbia dan jenis kayu lainnya yang pada masa itu masih cukup lebat.

Dari arah Cirebon, jalan raya utama Cirebon – Indramayu km 8, setelah melewati Kompleks Sunan Gunung Jati untuk sampai ke Begong harus menggunakan sampan. Jalan darat merupakan jalan setapak, yang sulit dilalui terlebih saat musim hujan.

Sedangkan jarak dari Kantor Polisi Kolonial Belanda di Kota Cirebon ke Begong kurang lebih 9 Km.

Di tempat yang situasi dan kondisi seperti itulah Pesantren TQN pertama didirikan pada tahun 1879 oleh Syekh Tolhah, seorang kiai yang menjadi khalifah dan mursyid TQN untuk wilayah Cirebon.

Pesantren pertama TQN itu konstruksi bangunannya terbuat dari bambu dan kayu pantai, beratap daun Rumbia bercampur alang-alang. Desainnya berupa bangunan panggung yang cukup tinggi untuk menghindari limpasan air Sungai Kalisapu pada setiap musim hujan serta binatang buas.

Syekh Tolhah beserta istri, putera-puteranya serta para santrinya tinggal di sana.

Pada waktu yang sulit diketahui secara pasti tahunnya, Syekh Tolhah berangkat lagi ke Mekah dan tinggal di sana beberapa waktu lamanya.

Saat ditinggalkan Syekh Tolhah, Begong dilanda banjir cukup besar. Keluarga dan santri-santri mengungsi ke kampung dekat Balai Desa Kalisapu, di pinggir jalan raya utama Cirebon, Indramayu Km 8.

Pada saat itu tongkat kepemimpinan pesantren sementara diserahkan kepada Kiai Jauhari, saudara Syekh Tolhah se ayah.

Sepulang dari Mekah, atas permohonan keluarga dan santri, pesantren ditetapkan di kampung dekat Balai Desa Kalisapu. Begong sudah tidak layak lagi untuk sebuah pesantren karena sering dilanda banjir.

Di tempat yang baru inilah Syekh Tolhah mendirikan masjid yang diberi nama Masjid Kholwat, karena di dalamnya terdapat tempat kholwat.

Pada tahun 1979 masjid ini diperbaiki oleh Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (qs) dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat H. Aang Kunaefi.

Pada tahun 1888 di Cilegon Banten, terjadi pemberontakan melawan Belanda yang dipimpin oleh murid-murid Syekh Abdul Karim, Khalifah Thoriqhoh Qodoriyah Naqsyabandiyah di Banten.

Akibatnya aparat keamanan kolonial Belanda di Cirebon mengamati secara ketat sikap dan prilaku Syekh Tolhah yang juga Khalifah TQN di Cirebon dan seperguruan dengan Syekh Abdul Karim.

Pemerintah Belanda lalu menangkap Syekh Tolhah, atas dasar laporan ulama-ulama anti TQN bahwa Syekh Tolhah dalam setiap khutbah Jumat sering mengutarakan ujaran kebencian kepada Ratu Belanda.

Setelah menjalani pemeriksaan di Cirebon, Syekh Tolhah dibawa ke Jakarta untuk diperiksa oleh Staff Gubernur Jendral Belanda. Berdasarkan hasil pemeriksaan di Batavia (Jakarta) Syekh Tolhah dinyatakan tidak melakukan pelanggaran besar dan boleh kembali ke Kalisapu. Namun aparat keamanan Belanda menjadi lebih intensif mengawasi sikap dan prilaku Syekh Tolhah.

Pesantren terus berkembang. Semakin banyak pelajar dan kiai dari berbagai daerah di luar Cirebon yang ingin berguru kepada Syekh Tolhah. Di lain sisi, situasi dan kondisi saat itu tidak menggembirakan karena pengawasan pihak Belanda.

Syekh Tolhah untuk sementara memindahkan aktivitas pengajaran TQN ke Trusmi. Di Kalisapu tetap diadakan kegiatan pengajaran TQN, hanya frekuensinya saja yang dikurangi. Syekh Tolhah lebih sering menghabiskan waktunya di Trusmi, sesekali di Kalisapu.

Di Trusmi tantangan dan gangguan terhadap pengembangan TQN ternyata lebih besar dibandingkan di Kalisapu. Gangguan terbesar bukan dari Belanda, melainkan dari bangsa sendiri.

Pada tahun 1897 Syekh Tolhah diajukan ke sidang Pengadilan Agama di Cirebon, didakwa oleh Kepala Desa Trusmi telah meresahkan masyarakat karena merebut hak pemerintah desa dalam mengelola benda dan bangunan kuno peninggalan Pangeran Trusmi (putra pertama Sunan Gunung Jati) dan peninggalan Pangeran Cakrabuana/Ki Kuwu Cirebon (Uwa Sunan Gunung Jati).

Keputusan pengadilan agama Cirebon menyatakan Syekh Tolhah berhak penuh atas benda dan bangunan kuno, karena Syekh Tolhah dinyatakan mempunyai hak yang kuat sebagai keturunan yang sah dari Pangeran Trusmi.

Upaya Kades Trusmi yang ingin melihat Syekh Tolhah keluar dari Trusmi  dan mempermalukannya dengan mengajukan perkara ke Pengadilan Agama di Cirebon tidak berhasil.

Hikmah dari gagalnya upaya kades tersebut menyebabkan banyak tokoh-tokoh masyarakat semakin bersimpati kepada Syekh Tolhah. Banyak warga yang berkunjung dan meminta penjelasan tentang ajaran TQN.

Selain itu mulai banyak yang mengetahui bahwa Syekh Tolhah masih keturunan Pangeran Trusmi, putra Sunan Gunung Jati yang makamnya tidak pernah sepi dikunjungi peziarah.

Hikmah lainnya, hubungan Syekh Tolhah dengan Sultan Atmaja, Sultan Kasepuhan X menjadi lebih akrab. Bahkan ia diangkat menjadi penasihat pribadi Sultan Atmaja.

Pada tahun 1890, Bupati Kuningan meminta Syekh Tolhah mengajarkan TQN kepada pejabat-pejabat kabupaten. Pada masa itu Bupati Kuningan adalah satu-satunya bupati yang berani dan terbuka menjadi murid suatu tarekat.

Sejak pesantren didirikan pertama kali di Begong hingga pindah ke Trusmi banyak santri, kiai dan pejabat yang berguru kepada Syekh Tolhah. Dari sekian muridnya ada seorang yang sangat menonjol, ia adalah Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang kemudian hari dikenal sebagai Abah Sepuh atau Ajengan Godebag.

Abah Sepuh adalah santri yang paling lama belajar kepada Syekh Tolhah, bahkan sudah menjadi keluarganya.

Semula Syekh Tolhah sudah menunjuk calon penggantinya yaitu putra sulungnya, Kiai Malawi apabila saatnya tiba beliau kembali ke rahmatullah. Namun Kiai Malawi meminta izin untuk pergi ke Mekah dan tinggal di sana untuk menambah ilmu agama beberapa tahun lamanya.

Setelah kembali dari Mekah Kiai Malawi memohon untuk tidak menjadi khalifah TQN menggantikan Syekh Tolhah yang juga ayahnya. Kiai Malawi masuk dalam daftar kiai yang dicari pemerintah Belanda, sehingga dapat mengganggu perkembangan TQN.

Kiai Malawi diketahui Belanda ikut terlibat dalam pemberontakan di Kedongdong yang terjadi sekitar tahun 1890.

Pemberontakan Kedondong di Kabupaten Cirebon yang disponsori para kiai ini sama besarnya dengan pemberontakan Cilegon di Banten dan banyak kerugian diderita pihak Belanda.

Berdasarkan situasi dan kondisi seperti itu, Syekh Tolhah menetapkan penggantinya kepada murid yang memenuhi segala persyaratan untuk menjadi Khalifah/Mursyid TQN, yaitu Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad dari Tasikmalaya.

Pengukuhan pelimpahan kemursyidan dilaksanakan di rumah Syekh Tolhah di Trusmi sekitar tahun 1900.

Meskipun telah resmi menjadi calon pengganti Syekh Tolhah sebagai khalifah TQN, pengajaran TQN dan talqin dzikir di Trusmi dan Kalisapu sewaktu-waktu masih diberikan oleh Syekh Tolhah sendiri dibantu oleh Syekh Mubarok. Syekh Mubarok untuk beberapa tahun berada di Trusmi dan Kalisapu membantu Syekh Tolhah.

Karena situasi yang memburuk bagi perkembangan TQN di Cirebon, Abah Sepuh diperintahkan segera membuka pesantren di Tasikmalaya untuk mengembangkan TQN di wilayah Jawa Barat sebelah timur dan pusatnya ditetapkan di Tasikmalaya.

Dengan hijrahnya pusat pengembangan ke Tasikmalaya, maka aktivitas di Cirebon dikurangi sesuai dengan keadaan yang terus berubah.

Syekh Tolhah masih terus memonitor perkembangan yang terjadi di Tasikmalaya. Bahkan sekitar tahun 1908 pernah berkunjung ke Pesantren Suryalaya yang dibangun pada tahun 1905 oleh Syekh Abdullah Mubarok atas prakarsa Syekh Tolhah.

Pada tahun 1935 Syekh Tolhah kembali ke rahmatullah dalam usia yang sangat lanjut. Beliau dimakamkan di Kompleks Pemakaman Gunung Jati karena Syekh Tolhah masih keturunan Sunan Gunung Jari dari jalur Pangeran Trusmi.

Upacara pemakamannya berdasarkan ukuran pada masa itu termasuk upacara yang cukup besar. Sultan kasepuhan dan beberapa pejabat pemerintah dan bangsawan keraton turut hadir.

Dengan wafatnya Syekh Tolhah bin Tolabuddin maka ke Khalifahan Thoriqhoh Qodoriyah Naqsyabandiyah di Cirebon berakhir. Khalifah TQN berikutnya berkedudukan di Suryalaya (Godebag) Tasikmalaya. Syekh Tolhah adalah khalifah TQN generasi pertama di Jawa Barat.

Demikianlah sekelumit Jejak Sejarah Syekh Tolhah Bin Tholabuddin Kali Sapu Cirebon.

 

Sumber: buku Menelusuri Perjalanan Sejarah Pondok Pesantren Suryalaya, yang disusun oleh R.H. Unang Sunardjo SH).

Comments

Banyak Dilihat

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Sholat

Syarat, Rukun, & Sunnah Sholat Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara sholat mulai dari syarat sholat, rukun sholat, dan sunnah-sunnah dalam sholat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Bersuci atau Taharah . Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan  Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب)  atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syujak Syihabuddin Thayyib Al-Ashfahani  ( شهاب الدين احمد ابن الحسين بن احمد , ابو شجاع ,

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Jual Beli

Macam-macam Jual Beli dan Akad lainnya Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Jual Beli dengan pokok-pokok bahasan yang meliputi m acam-macam Jual Beli,  Bab Riba,  Khiyar (Memilih),  Akad Salam,  Gadai,  Yang Dilarang Bertransaksi (Al Hajr),  Perdamaian (Suluh),  Hiwalah,  Dhaman,  Kafalah,  Akad Syirkah,  Wakalah (Perwakilan),  Ikrar,  Pinjam Meminjam,  Ghasab,  Syuf'ah,  Hutang,  Siraman,  Sewa,  Ju'alah,  Bagi Hasil Tanaman,  Menghidupkan Bumi Mati,  Waqaf,  Hibah,  Barang Temuan (Luqatah),  Merawat Luqotoh, dan  Barang Titipan. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Haji dan Umroh. Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di s

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Zakat

Zakat Mal  dan Zakat Fitrah Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Zakat mulai dari Zakat Mal, Zakat Fitrah, Zakat Harta Berserikat, Zakat Emas dan Perak, Zakat Pertanian, dan Zakat Perdagangan. Juga akan di jelaskan siapa saja yang berhak menerima zakat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Sholat . Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب) atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syuj

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Hukum Waris dan Wasiat

Hukum Waris dan Wasiat dalam Fiqih Islam Madzhab As-Syafi'i Kitab Faraidh adalah ilmu pembagian harta warisan menurut syariah Islam  madzhab Syafi'i. Hukum waris Islam wajib diterapkan dalam pembagian harta peninggalan mayit. Ahli waris dalam Islam tidak hanya terbatas pada anak dan cucu tapi juga meliputi ayah ibu, kakek ke atas; anak laki-laki dan perempuan, cucu dari anak lelaki ke bawah; suami istri, saudara kandung, saudara seayah, saudara seibu. Harta waris harus dibagikan segera setelah pewaris meninggal setelah dipotong hutang, biaya pemakaman dan wasiat. Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara menjalankan   Hukum Waris ,  10 Golongan Ahli Waris Laki-laki ,  7 Golongan Ahli Waris Perempuan ,  5 Golongan Ahli Waris yang Selalu Dapat Warisan ,  7 Golongan Tidak Berhak Mendapat Warisan ,  Ahli Waris Asobah ,  Bagian Pasti dalam Warisan , dan Wasiat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Jual Beli.  Sebagai peng

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Haji dan Umroh

Syarat, Rukun, dan Tata Cara Haji dan Umroh Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Haji dan Umroh dengan pokok bahasan yang meliputi Syarat Wajib Haji, Syarat/Rukun dan Tata Cara Haji, Rukun Umroh, Wajib Haji, Sunnah Haji, Larangan saat Ikhrom, dan denda Haji. Haji dan umroh  adalah salah satu dari lima prinsip (rukun) Islam yang wajib dilaksanakan sekali seumur hidup bagi yang mampu. Haji adalah ibadah khusus yang hanya boleh dilaksanakan di Tanah Suci Makkah pada bulan-bulan tertentu. Sedangkan umroh adalah ibadah yang merupakan satu paket dengan haji namun bisa juga dilaksanakan secara mandiri di luar musim haji sepanjang tahun namun tetap pelaksanaannya harus di Makkah, Arab Saudi dengan cara ritual ibadah yang mirip namun tanpa wukuf di Arafah, tanpa mabit di mina dan tanpa melempar jumrah. Persamaannya adalah sama-sama keliling Ka'bah, sa'i antara sofa dan marwah dan memulai ibadah dari miqat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Mat

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Pidana/Jinayat dan Hukuman Pidana/Hudud

Jinayat (Pidana) dan Hudud (Hukuman Pidana) Bab ini menjelaskan tentang fiqih   Jinayat (Pidana) , yang mencakup Diyat , dan Klaim Darah. Juga menjelaskan tentang   Hudud (Hukuman Pidana)   yang meliputi Hukuman Zina ,  Hukuman Tuduhan Zina ,  Hukuman Peminum Alkohol ,  Hukuman bagi Pencuri ,  Hukuman Begal ,  Hukuman Menyakiti Sesama ,  Hukuman Pemberontak ,  Hukuman Murtad , dan Hukuman Tidak Shalat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Nikah dan Talak.  Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut:

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Jihad, Sembelihan dan Buruan, Halal Haram Binatang, Kurban dan Aqiqah, Lomba dan Memanah, Nazar dan Sumpah

Tentang Jihad, Sembelihan dan Buruan, Halal Haram Binatang, Kurban dan Aqiqah, Lomba dan Memanah, Nazar dan Sumpah Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Jinayat dan Hudud.  Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب) atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syujak Syihabuddin Thayyib Al-Ashfahani  ( شهاب الدين احمد ابن الحسين بن احمد , ابو شجاع , شهاب الدين الطيب الاصفهانى) Beliau lah

Mursyid ke-38 Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya

Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya atau biasa disebut dengan TQN PP Surlaya merupakah salah satu Madzhab Tasawuf yang Mu'tabaroh (diakui keabsahannya) yang bertempat di Tasikmalaya Jawa Barat Indonesia. Keabsahan thoriqoh ini tidak hanya sebatas pada amaliyah saja, namun secara sanad atau silsilahnya Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya memang tersambung langsung kepada Rosululloh Muhammad SAW. Sumber foto: sufimedia38 Saat ini (waktu artikel ini ditulis pada hari Minggu tanggal 13 Oktober 2019), ke-Mursyidan TQN Pondok Pesantren Suryalaya berada dibawah  bimbingan Guru Agung Syaikh Muhammad Abdul Ghaots atau Syaikh Muhammad Abdul Gaos yang dikenal dengan panggilan akrab 'Abah Aos' yang di daulat sebagai Mursyid ke-38 dari Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya. Abah Aos menerima mandat sebagai Mursyid ke-38 dari Ikhwan

Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani

Apa itu Manaqib? Apa yang dimaksud dengan Manaqib, Apa sebenarnya pengertian Manaqib, dan Bagaimana Manaqib itu? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang mencoba  akan dijawab melalui pembahasaan sederhana ini. Sumber Foto : laduni.id Assalamu 'Alaikum Wa Rokhmatullohi Wa Barokaatuh Bismilahirrakhmaanirrakhim Alkhamdulillhi Robbil'Alamiin Washolaatu Wassalaamu 'Ala Sayyidil Anbiya wal Mursalin habibana Muhammad SAW. Wa 'Ala Aalihi Wa Sohbihi Ajmain. Manaqib secara bahasa dapat diartikan sebagai "Riwayat Hidup". Kata Manaqib sendiri berasal dari bahasa Arab yang diambil dari lafadz "Naqaba" yang berarti "Menyelidiki, Melubangi, Memeriksa, dan Menggali. Kata Manaqib adalah bentuk jama dari lafadz "Manqibun yang merupakan isim makan dari lafadz Naqaba. Di dalam Al-Quran arti lafadz "Naqoba" dapat kita temukan pada ayat-ayat dari  beberapa Surat yang diantaranya adalah Surat Al-Maidah pada ayat 12, Surat Al-Kah

Popular posts from this blog

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Sholat

Syarat, Rukun, & Sunnah Sholat Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara sholat mulai dari syarat sholat, rukun sholat, dan sunnah-sunnah dalam sholat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Bersuci atau Taharah . Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan  Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب)  atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syujak Syihabuddin Thayyib Al-Ashfahani  ( شهاب الدين احمد ابن الحسين بن احمد , ابو شجاع ,

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Jual Beli

Macam-macam Jual Beli dan Akad lainnya Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Jual Beli dengan pokok-pokok bahasan yang meliputi m acam-macam Jual Beli,  Bab Riba,  Khiyar (Memilih),  Akad Salam,  Gadai,  Yang Dilarang Bertransaksi (Al Hajr),  Perdamaian (Suluh),  Hiwalah,  Dhaman,  Kafalah,  Akad Syirkah,  Wakalah (Perwakilan),  Ikrar,  Pinjam Meminjam,  Ghasab,  Syuf'ah,  Hutang,  Siraman,  Sewa,  Ju'alah,  Bagi Hasil Tanaman,  Menghidupkan Bumi Mati,  Waqaf,  Hibah,  Barang Temuan (Luqatah),  Merawat Luqotoh, dan  Barang Titipan. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Haji dan Umroh. Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di s

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Hukum Waris dan Wasiat

Hukum Waris dan Wasiat dalam Fiqih Islam Madzhab As-Syafi'i Kitab Faraidh adalah ilmu pembagian harta warisan menurut syariah Islam  madzhab Syafi'i. Hukum waris Islam wajib diterapkan dalam pembagian harta peninggalan mayit. Ahli waris dalam Islam tidak hanya terbatas pada anak dan cucu tapi juga meliputi ayah ibu, kakek ke atas; anak laki-laki dan perempuan, cucu dari anak lelaki ke bawah; suami istri, saudara kandung, saudara seayah, saudara seibu. Harta waris harus dibagikan segera setelah pewaris meninggal setelah dipotong hutang, biaya pemakaman dan wasiat. Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara menjalankan   Hukum Waris ,  10 Golongan Ahli Waris Laki-laki ,  7 Golongan Ahli Waris Perempuan ,  5 Golongan Ahli Waris yang Selalu Dapat Warisan ,  7 Golongan Tidak Berhak Mendapat Warisan ,  Ahli Waris Asobah ,  Bagian Pasti dalam Warisan , dan Wasiat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Jual Beli.  Sebagai peng