Skip to main content

KH. Masjkur : Komandan Perang Laskar Sabilillah

Kyai Masykur Pejuang NU

KH. Masjkur atau Masykur adalah salah satu dari sekian banyak Ulama dari kalangan NU yang turut aktif berjuang untuk kemerdekaan Negara Republik Indonesia sekaligus mempertahankannya. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, beliau juga masih aktif terlibat dalam upaya-upaya untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah baik melalui saluran pendidikan, Politik, Agama, bahkan militer.

Perjuangannya melalui saluran militer nampak menonjol ketika zaman pendudukan Jepang sebelum kemerdekaan RI hingga ketika beliau menjadi Komandan Tentara Sabilillah yang turut berperan aktif dalam bergerilya bersama pasukan TNI dibawah komando Panglima Besar Jenderal Soedirman.



Mengenai kapan beliau dilahirkan, penulis merasa belum dapat memastikan kapan tepatnya beliau dilahirkan. Jika mengutip dari sumber wikipedia maka disana disebutkan bahwa beliau KH Masjkur lahir di Malang, Jawa Timur pada tanggal 30 Desember 1904 dan wafat pada 19 Desember tahun 1994 pada usia 89 tahun. Sementara terkait dengan kelahiran KH Masjkur, dalam sebuah artikel di halaman website PBNU yang beralamat di http://www.nu.or.id/post/read/61781/kh-masjkur-komandan-barisan-sabilillah , disebutkan bahwa KH Masjkur lahir di Singosari, Malang, Jawa Timur pada tahun 1899 masehi atau bertepatan dengan
1315 Hijriyah.

Sebelum beliau memulai perjuangannya untuk Indonesia, beliau terlebih dahulu membekali dirinya dengan berbagai pengetahuan dan keilmuan tentang Agama Islam dari berbagai daerah di Indonesia. Sebagaimana dikutip dari nu.or.id, disebutkan bahwa beliau memulai jalan pendidikannya dengan mengenyam pelajaran agama di beberapa pesantren dengan berbagai konsentrasi keilmuan, antara lain di Pesantren Keresek Cibatu Garut Jawa Barat, Pesantren Bungkuk Malang di bawah asuhan Kiai Thohir, Pesantren Sono Bundaran Sidoarjo untuk belajar nahwu sharaf dan di Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo untuk memperdalam ilmu fiqih. Kemudian, di Tebu Ireng Jombang, ia menimba ilmu hadist dan tafsir dari Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. Selain itu, Masjkur muda juga pernah berguru kepada Syaikhona 
Kholil Bangkalan Madura. Maka lengkap sudah, modal awal yang dimilikinya untuk menjadi seorang calon ulama dan pemimpin umat. Ia juga sempat menjadi santri di Pesantren Jamsaren Surakarta, di bawah asuhan KH Idris, seorang kiai keturunan pasukan Pangeran Diponegoro. Di pesantren ini pula, ia bertemu dengan kawan-kawannya yang kelak juga menjadi pemimpin umat, antara lain KH Mustain (Tuban), KH Arwani Amin (Kudus) dan sebagainya. Sifat Kiai Idris yang terkenal non-kooperatif terhadap Belanda, ikut tertanam dalam jiwa sang murid, yang sedikit banyak mulai memahami arti penting perjuangan.

Berbekal pendidikan dan pengetahuannya yang luas tentang agama Islam inilah kemudian beliau memulai perjuangannya melalui saluran pendidikan dan keagamaan. Dimana di usianya yabg masih tergolong muda, beliau mendirikan sebuah pesantren yang kala itu diberi nama Misbahul Wathan (Pelita Tanah Air) yang berlokasi di daerah Singosari Malang pada tahun 1923. Namun ketika suasana perang berkecamuk dan kondisi dalam negeri sedang kacau, demi mempertahankan pesantrennya akibat sering mendapat gangguan dari pemerintah kolonial, beliau kemudian mengganti nama pesantrennya tersebut menjadi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) atas saran dari KH Wahab Hasbullah.

Ketika itu beliau sedang aktif sebagai salah seorang Pengurus Cabang NU di Kota Malang. Dimana pada tahun 1932 beliau menduduki jabatan sebagai Ketua Cabang NU Kota Malang. Dan kemudian pada 1938 beliau diangkat menjadi salah satu Pengurus di PBNU Pusat yang kala itu berkantor di Surabaya.

Ketika itulah KH Masjkur melanjutkan perjuangannya melalui jalur Organisasi dan Politik. Yang mana beliau juga merupakan salah satu anggota dari BPUPKI yang cukup berperan dalam proses Kemerdekaan Indonesia. Kemudian di dalam pemerintahan Republik Indonesia beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri Agama pada beberapa kabinet di masa itu. Terkait perjalanan karir beliau dalam organisasi dan politik, dikutip dari wikipedia bahwa deretan karir beliau adalah sebagai berikut:



Organisasi 


  • Ketua Cabang NU, Malang (1926-1930)
  • Anggota PB NU (1930-1945)
  • Ketua Umum PB NU (1950-1956)
  • Ketua Golongan Islam DPR/MPR (1957-1971)
  • Ketua I PB NU (1957-1959)
  • Ketua Umum Pusat Sarbumusi (1960-1969)
  • Rois Awal PB NU (1963-1972)
  • Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PPP/Wakil Presiden PPP (1973- 1985)
  • Rois Tsani PB Syuriah NU (1979-1984)
  • Mustasyar PB NU (1984)

Politik dan Pemerintahan

  • Menteri Agama RI (1948-1950)
  • Kepala Kantor Urusan Agama Pusat (1950-1953)
  • Menteri Agama RI (1953-1955)
  • Anggota DPR (1956-1960)
  • Anggota DPRGR (1960-1971)
  • Biro Politik Kotrar (1962-1966)
  • Anggota DPA (1968)

Sementara itu, perjuangan dan karirnya dalam bidang militer dimulai ketika keinginan untuk terbebas dari belenggu penjajahan, membuat putera bangsa ini turut serta mengangkat senjata untuk merebut kemerdekaan.

Dimana pada zaman pendudukan Jepang, KH Masjkur menjadi utusan dari Karesidenan Malang untuk mengikuti latihan kemiliteran di Bogor, yang disusul dengan latihan khusus bagi ulama. Pada masa 1944-1945 beliau juga merupakan salah satu anggota Pengurus Latihan Kemiliteran di Cisarua Bogor. Dimana pada 1943 beliau juga mendirikan Peta di Jawa. Dari situlah, “karir dan perjuangannya” di bidang militer dimulai. Ia berjuang bersama pasukan Hizbullah. Hingga, sejak 1945-1947 ia diangkat menjadi Ketua Markas Tertinggi Sub. Bagian Sabilillah yang berpusat di Kota Malang. Pada masa 1944-1946 KH Masjkur juga termasuk kedalam salah satu Anggota pada PPKI pada 1944 dan Anggota KNIP pada 1945-1946. Sementara pada periode 1946-1948 beliau juga aktif sebagai Anggota Dewan Pertahanan Negara.

Sebagai Komandan Barisan Sabilillah, beliau juga turut serta bergerilya bersama Komandan Tertinggi TNI kala itu yaitu Panglima Besar Jenderal Soedirman yang sedang berjuang dengan bergerilya melawan kolonial Belanda sekaligus dalam rangka membela negara dari pemberontakan PKI di Madiun yang di Pimpin Oleh Muso.

Peberontakan PKI-Front Demokrasi Rakyat pimpinan Muso itu juga difasilitasi Belanda sebagai bentuk politik divide et impera (memecah belah) untuk melumpuhkan Indonesia dari dalam agar Belanda mudah untuk merebut kembali Republik Indonesia sebagai negara jajahannya. Pada hari Ahad 19 Desember 1948 ketika republik ini menghadapi pemberontakan PKI, situasi kacau ini dimanfaatkan Belanda untuk kembali 
melakukan Agresi Kedua menduduki Ibu Kota RI Yogyakarta dan menangkap Presiden Soekarno serta Wakil Presiden Muhammad Hatta. Dengan didudukinya Yogyakarta, maka satu-persatu daerah 
stretegis di Jawa diduduki oleh Belanda. 

Tentara Indonesia di bawah Pimpinan Jenderal Sudirman dengan didukung pasukan Hizbullah dan Sabilillah yang dipimpin KH Masykur dan KH Zainul Arifin dari NU terus melakuakn perang. Sebaliknya PKI Pesindo yang juga berambisi mengambil alih kekuasaan dengan jalan pintas, tertarik dengan agenda Belanda itu, karena itu mereka melakukan pemberontakan pada saat bangsa ini sedang melakukan revolusi nasional.

Dengan didudukinya Jogya oleh Belanda maka perang gerilya dilanjutkan diberbagai daerah, termasuk daerah yang selama ini menjadi basis PKI seperti Madiun, Ponorogo dan Trenggalek.  Bahkan Jenderal Sudirman sebagai pemimpin tertinggi TNI melakukan serangan pada Belanda dengan mengambil basis di Trengalek. 

Kemudian pimpinan kesatuan militer yang lain yaitu KH Masykur Komandan Sabiliillah yang juga ketua PBNU itu melakukan gerilya di Trenggalek bersama Jenderal Sudirman. Persatuan TNI-Sabilillah inilah yang kemudian mampu menghadang laju Agresi Belanda dan sekaligus mampu membendung gerakan sisa-sisa PKI yang masih berkeliaran di kawasan Selatan Jawa itu. 

Dalam perjalanan dari Solo, Madiun hingga Trenggalek itu KH Masykur menemukan desa-desa yang dilewati itu menjadi korban, puluhan orang meninggal, harta benda dirampas oleh PKI. Dengan kesigapan aparat TNI dan seluruh kekuatan rakyat terutama kelompok Hizbullah dan Sabilillah, maka kekuatan PKI-Pesindo itu dengan mudah dapat ditaklukkan. Dengan kekuatan penuh dari TNI dari Divisi Siliwangi dan ditopang oleh pasukan Hizbullah dan Sabilillah keadaaan bisa dipulihkan. Mengingat kekuatan PKI yang telah sedemikian kuat dan menyebar yang meliputi kawasan Jawa Timur dan Jawa tengah, maka pasukan pemerintah harus bekerja keras dan cepat. Dengan 
kerja kerasnya itu maka, kesatuan Republik bisa dipertahankan persis pada 30 September 1948 Madiun dan semua daerah yang diduduki PKI telah direbut kembali. Penaklukan ini disiarkan melalui radio RRI yang sudah dikuasasi kembali oleh TNI. 

Selepas 1948 perjuangan beliau lebih banyak berlanjut pada bidang pemerintahan dan organisasi yang antara lain sebagai Menteri Agama dan menyusun Kantor Urusan Agama, pengadilan agama, juga jabatan penting lainnya. Hingga pada 1975 KH Masjkur masuk menjadi anggota PP Legiun Veteran RI yang selanjutnya pada 1976-1994 beliau menjadi Ketua III Dewan Harian Nasional Angkatan 45. 

Sebagaimana yang ditulis dalam nu.or.id pada tanggal 25 Agustus 2015, dikatakan bahwa Saat kembali menjadi Menag, di tahun 1954 Kiai Masjkur memprakarsai Konferensi Ulama yang diadakan di Cipanas Jawa Barat. Pertemuan para ulama tersebut, salah satunya menetapkan gelar “Waliyul Amri Dlaruri bis Syaukah” (pemegang pemerintahan dalam keadaan darurat dengan kekuasaan penuh) untuk Presiden Soekarno. Penetapan tersebut berdasar pada pertimbangan syara’, yakni Presiden RI saat itu terpilih belum memperoleh “baiat” dari rakyat karena tidak dipilih melalui Pemilu. Penetapan itu sekaligus menghapus kecurigaan dari golongan tertentu, apakah umat Islam Indonesia mengakui kepemimpinan Soekarno (RI) atau Kartosuwiryo (DI/TII).

September 1951, menjelang dilaksanakannya Muktamar NU ke-19 yang akan dihelat di Palembang, Saat itu NU masih masuk dalam Masyumi, PBNU membentuk sebuah badan yang bernama Majelis Pertimbangan Politik (MPP) PBNU, terdiri dari 9 ulama, termasuk di dalamnya Kiai Masjkur. Badan tersebut dibentuk dalam sebuah rapat PBNU yang diadakan di sebuah rumah milik KH Abdulmukti, Jl. Slamet Riyadi 45 Solo.

Kemudian, Muktamar NU ke-19 digelar 26 April – 1 Mei 1952 dan menghasilkan sebuah keputusan penting : NU memisahkan diri dari Masyumi!

Sejak Muktamar NU ke-19, Kiai Masjkur memimpin NU sebagai Ketua Umum Tanfidziyah. bersama KH Wahid Hasyim yang menjadi Ketua Muda. Sedangkan posisi Rais ‘Aam masih dipegang KH Wahab Chasbullah.

Namun, setelah wafatnya KH Wahid Hasyim serta diangkatnya KH Masjkur kembali menjadi Menteri Agama, maka PB Tanfidziyah sehari-hari dipimpin oleh KH M Dahlan.

Kiai Masjkur terus berjuang bersama NU hingga akhir hayatnya. Tercatat selepas menjadi ketua, ia tetap aktif di kepengurusan PBNU yakni anggota tanfidziyah (1954-1956), Ketua Fraksi Konstituante Partai NU (1956-1959), Ketua Sarbumusi (1959-1962), Rais Syuriyah (1967-1971, 1971-1979) dan Mustasyar (1984-1989, 1989-1994). 
Hingga wafat pada tahun 1992, Kiai Maskjur masih tercatat dalam kepengurusan Mustasyar PBNU.
Kiai Masjkur dimakamkan di pemakaman yang terletak di kompleks Masjid Bungkuk Singosari Malang, yang juga terdapat makam KH Nahrawi Thohir dan Kiai Thohir. Lahumul-fatihah! 


Wallahu A'lam Bi Showab.

Wallahul Muwaffiq Ilaa Aqwamit Thoriq.
Wassalamu Alaikum Wa Rohmatullah Wa Barokaatuh.

Comments

Banyak Dilihat

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Sholat

Syarat, Rukun, & Sunnah Sholat Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara sholat mulai dari syarat sholat, rukun sholat, dan sunnah-sunnah dalam sholat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Bersuci atau Taharah . Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan  Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب)  atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syujak Syihabuddin Thayyib Al-Ashfahani  ( شهاب الدين احمد ابن الحسين بن احمد , ابو شجاع ,

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Jual Beli

Macam-macam Jual Beli dan Akad lainnya Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Jual Beli dengan pokok-pokok bahasan yang meliputi m acam-macam Jual Beli,  Bab Riba,  Khiyar (Memilih),  Akad Salam,  Gadai,  Yang Dilarang Bertransaksi (Al Hajr),  Perdamaian (Suluh),  Hiwalah,  Dhaman,  Kafalah,  Akad Syirkah,  Wakalah (Perwakilan),  Ikrar,  Pinjam Meminjam,  Ghasab,  Syuf'ah,  Hutang,  Siraman,  Sewa,  Ju'alah,  Bagi Hasil Tanaman,  Menghidupkan Bumi Mati,  Waqaf,  Hibah,  Barang Temuan (Luqatah),  Merawat Luqotoh, dan  Barang Titipan. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Haji dan Umroh. Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di s

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Zakat

Zakat Mal  dan Zakat Fitrah Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Zakat mulai dari Zakat Mal, Zakat Fitrah, Zakat Harta Berserikat, Zakat Emas dan Perak, Zakat Pertanian, dan Zakat Perdagangan. Juga akan di jelaskan siapa saja yang berhak menerima zakat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Sholat . Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب) atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syuj

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Hukum Waris dan Wasiat

Hukum Waris dan Wasiat dalam Fiqih Islam Madzhab As-Syafi'i Kitab Faraidh adalah ilmu pembagian harta warisan menurut syariah Islam  madzhab Syafi'i. Hukum waris Islam wajib diterapkan dalam pembagian harta peninggalan mayit. Ahli waris dalam Islam tidak hanya terbatas pada anak dan cucu tapi juga meliputi ayah ibu, kakek ke atas; anak laki-laki dan perempuan, cucu dari anak lelaki ke bawah; suami istri, saudara kandung, saudara seayah, saudara seibu. Harta waris harus dibagikan segera setelah pewaris meninggal setelah dipotong hutang, biaya pemakaman dan wasiat. Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara menjalankan   Hukum Waris ,  10 Golongan Ahli Waris Laki-laki ,  7 Golongan Ahli Waris Perempuan ,  5 Golongan Ahli Waris yang Selalu Dapat Warisan ,  7 Golongan Tidak Berhak Mendapat Warisan ,  Ahli Waris Asobah ,  Bagian Pasti dalam Warisan , dan Wasiat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Jual Beli.  Sebagai peng

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Haji dan Umroh

Syarat, Rukun, dan Tata Cara Haji dan Umroh Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Haji dan Umroh dengan pokok bahasan yang meliputi Syarat Wajib Haji, Syarat/Rukun dan Tata Cara Haji, Rukun Umroh, Wajib Haji, Sunnah Haji, Larangan saat Ikhrom, dan denda Haji. Haji dan umroh  adalah salah satu dari lima prinsip (rukun) Islam yang wajib dilaksanakan sekali seumur hidup bagi yang mampu. Haji adalah ibadah khusus yang hanya boleh dilaksanakan di Tanah Suci Makkah pada bulan-bulan tertentu. Sedangkan umroh adalah ibadah yang merupakan satu paket dengan haji namun bisa juga dilaksanakan secara mandiri di luar musim haji sepanjang tahun namun tetap pelaksanaannya harus di Makkah, Arab Saudi dengan cara ritual ibadah yang mirip namun tanpa wukuf di Arafah, tanpa mabit di mina dan tanpa melempar jumrah. Persamaannya adalah sama-sama keliling Ka'bah, sa'i antara sofa dan marwah dan memulai ibadah dari miqat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Mat

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Pidana/Jinayat dan Hukuman Pidana/Hudud

Jinayat (Pidana) dan Hudud (Hukuman Pidana) Bab ini menjelaskan tentang fiqih   Jinayat (Pidana) , yang mencakup Diyat , dan Klaim Darah. Juga menjelaskan tentang   Hudud (Hukuman Pidana)   yang meliputi Hukuman Zina ,  Hukuman Tuduhan Zina ,  Hukuman Peminum Alkohol ,  Hukuman bagi Pencuri ,  Hukuman Begal ,  Hukuman Menyakiti Sesama ,  Hukuman Pemberontak ,  Hukuman Murtad , dan Hukuman Tidak Shalat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Nikah dan Talak.  Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut:

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Jihad, Sembelihan dan Buruan, Halal Haram Binatang, Kurban dan Aqiqah, Lomba dan Memanah, Nazar dan Sumpah

Tentang Jihad, Sembelihan dan Buruan, Halal Haram Binatang, Kurban dan Aqiqah, Lomba dan Memanah, Nazar dan Sumpah Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Jinayat dan Hudud.  Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب) atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syujak Syihabuddin Thayyib Al-Ashfahani  ( شهاب الدين احمد ابن الحسين بن احمد , ابو شجاع , شهاب الدين الطيب الاصفهانى) Beliau lah

Mursyid ke-38 Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya

Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya atau biasa disebut dengan TQN PP Surlaya merupakah salah satu Madzhab Tasawuf yang Mu'tabaroh (diakui keabsahannya) yang bertempat di Tasikmalaya Jawa Barat Indonesia. Keabsahan thoriqoh ini tidak hanya sebatas pada amaliyah saja, namun secara sanad atau silsilahnya Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya memang tersambung langsung kepada Rosululloh Muhammad SAW. Sumber foto: sufimedia38 Saat ini (waktu artikel ini ditulis pada hari Minggu tanggal 13 Oktober 2019), ke-Mursyidan TQN Pondok Pesantren Suryalaya berada dibawah  bimbingan Guru Agung Syaikh Muhammad Abdul Ghaots atau Syaikh Muhammad Abdul Gaos yang dikenal dengan panggilan akrab 'Abah Aos' yang di daulat sebagai Mursyid ke-38 dari Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya. Abah Aos menerima mandat sebagai Mursyid ke-38 dari Ikhwan

Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani

Apa itu Manaqib? Apa yang dimaksud dengan Manaqib, Apa sebenarnya pengertian Manaqib, dan Bagaimana Manaqib itu? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang mencoba  akan dijawab melalui pembahasaan sederhana ini. Sumber Foto : laduni.id Assalamu 'Alaikum Wa Rokhmatullohi Wa Barokaatuh Bismilahirrakhmaanirrakhim Alkhamdulillhi Robbil'Alamiin Washolaatu Wassalaamu 'Ala Sayyidil Anbiya wal Mursalin habibana Muhammad SAW. Wa 'Ala Aalihi Wa Sohbihi Ajmain. Manaqib secara bahasa dapat diartikan sebagai "Riwayat Hidup". Kata Manaqib sendiri berasal dari bahasa Arab yang diambil dari lafadz "Naqaba" yang berarti "Menyelidiki, Melubangi, Memeriksa, dan Menggali. Kata Manaqib adalah bentuk jama dari lafadz "Manqibun yang merupakan isim makan dari lafadz Naqaba. Di dalam Al-Quran arti lafadz "Naqoba" dapat kita temukan pada ayat-ayat dari  beberapa Surat yang diantaranya adalah Surat Al-Maidah pada ayat 12, Surat Al-Kah

Popular posts from this blog

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Sholat

Syarat, Rukun, & Sunnah Sholat Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara sholat mulai dari syarat sholat, rukun sholat, dan sunnah-sunnah dalam sholat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Bersuci atau Taharah . Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan  Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di seluruh pesantren salaf di Indonesia. Judul asal kitab ini adalah Matnul Ghayah wat Taqrib atau dalam teks arab dituliskan sebagai berikut: Matan Al-Ghayah Wat Taqrib (متن الغاية والتقريب)  atau Matan Abu Syujak (متن أبي شجاع) Dengan nama penulis: Syihabuddin Ahmad Bin Husain Bin Ahmad Abu Syujak Syihabuddin Thayyib Al-Ashfahani  ( شهاب الدين احمد ابن الحسين بن احمد , ابو شجاع ,

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Jual Beli

Macam-macam Jual Beli dan Akad lainnya Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara Jual Beli dengan pokok-pokok bahasan yang meliputi m acam-macam Jual Beli,  Bab Riba,  Khiyar (Memilih),  Akad Salam,  Gadai,  Yang Dilarang Bertransaksi (Al Hajr),  Perdamaian (Suluh),  Hiwalah,  Dhaman,  Kafalah,  Akad Syirkah,  Wakalah (Perwakilan),  Ikrar,  Pinjam Meminjam,  Ghasab,  Syuf'ah,  Hutang,  Siraman,  Sewa,  Ju'alah,  Bagi Hasil Tanaman,  Menghidupkan Bumi Mati,  Waqaf,  Hibah,  Barang Temuan (Luqatah),  Merawat Luqotoh, dan  Barang Titipan. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu Bab Haji dan Umroh. Sebagai pengingat perlu kiranya disampaikan kembali bahwa tulisan ini adalah uraian terjemahan dari kitab Matan Taqrib dengan Nama asli dari kitab Taqrib ini adalah  Kitab Matan Al-Ghayah wat Taqrib  atau dikenal dengan Kitab Taqrib saja. Ini adalah kitab fiqh paling populer di kalangan pesantren salaf. Kitab ini dipelajari hampir di s

Terjemah Kitab Matan Taqrib - Bab Hukum Waris dan Wasiat

Hukum Waris dan Wasiat dalam Fiqih Islam Madzhab As-Syafi'i Kitab Faraidh adalah ilmu pembagian harta warisan menurut syariah Islam  madzhab Syafi'i. Hukum waris Islam wajib diterapkan dalam pembagian harta peninggalan mayit. Ahli waris dalam Islam tidak hanya terbatas pada anak dan cucu tapi juga meliputi ayah ibu, kakek ke atas; anak laki-laki dan perempuan, cucu dari anak lelaki ke bawah; suami istri, saudara kandung, saudara seayah, saudara seibu. Harta waris harus dibagikan segera setelah pewaris meninggal setelah dipotong hutang, biaya pemakaman dan wasiat. Bab ini menjelaskan tentang fiqih tata cara menjalankan   Hukum Waris ,  10 Golongan Ahli Waris Laki-laki ,  7 Golongan Ahli Waris Perempuan ,  5 Golongan Ahli Waris yang Selalu Dapat Warisan ,  7 Golongan Tidak Berhak Mendapat Warisan ,  Ahli Waris Asobah ,  Bagian Pasti dalam Warisan , dan Wasiat. Ini adalah lanjutan dari pembahasan terjemah Kitab Matan Taqrib sebelumnya yaitu  Bab Jual Beli.  Sebagai peng